Selasa 08 Dec 2020 14:58 WIB

Masyarakat Internasional Masih Mispersepsi UU Cipta Kerja

Beberapa kelompok masih beranggapan UU Ciptaker mengabaikan kebutuhan amdal.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolandha
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, masih ada beberapa mispersepsi di kalangan masyarakat internasional mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Khususnya di sektor lingkungan hidup dan kehutanan.
Foto: Republika/Febryan A
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, masih ada beberapa mispersepsi di kalangan masyarakat internasional mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Khususnya di sektor lingkungan hidup dan kehutanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, masih ada beberapa mispersepsi di kalangan masyarakat internasional mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Khususnya di sektor lingkungan hidup dan kehutanan.

Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman menjelaskan, beberapa kelompok masyarakat dari luar negeri masih menilai, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan berusaha dengan meremehkan atau meniadakan kebutuhan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Baca Juga

Padahal, Rizal menekankan, pemerintah masih memberlakukan Amdal untuk kegiatan yang berisiko tinggi. "Artinya, tetap masih ada asas kehati-hatian dan proses perizinan lingkungan hidup ini disatukan dengan perizinan berusaha, jadi diintegrasikan," katanya dalam konferensi pers secara virtual pada Selasa (8/12).

Mispersepsi juga terjadi pada isu ketenagakerjaan. Rizal menjelaskan, pengusaha dan investor internasional memiliki salah penanggapan dengan adanya demo di Indonesia. Tapi, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, pemerintah berupaya menjelaskan bahwa isu ketenagakerjaan justru melindungi kedua belah pihak, tenaga kerja dan perusahaan.

Untuk memperbaiki mispersepsi ini, Rizal menyebutkan, pemerintah mendorong perwakilan RI di luar negeri agar bisa memberikan pemahaman terhadap isu yang salah dipahami. "Jadi, para perwakilan RI di luar negeri melaksanakan fungsi diplomasi ekonomi, menjelaskan kondisi iklim investasi di tanah air dengan tujuan menarik investasi masuk ke Indonesia," tuturnya.

Rizal menyebutkan, perwakilan RI di luar negeri diharapkan dapat memberikan pemahaman, terutama mengenai kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB). Isu ini diketahui kerap menjadi fokus pelaku usaha, di samping kegiatan perdagangan.

Dalam membuat aturan turunan UU Cipta Kerja, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso memastikan, pemerintah memberikan ruang luas terhadap semua masukan dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. "Baik dalam dan luar negeri," katanya.

Salah satu ruang yang dimaksud Susiwijono adalah kegiatan serap aspirasi. Kegiatan ini telah diselenggarakan sejak 19 November 2020 lalu untuk 15 kota di seluruh Indonesia, termasuk juga dengan Business Chambers/ Councils/Associations negara mitra dagang Indonesia yang berbasis di Indonesia.

Susiwijono berharap, perwakilan RI di negara sahabat dapat secara reguler mendiseminasi dan meng-update berbagai langkah kebijakan pemerintah kepada mitra dan counterpart di luar negeri dan juga kepada masyarakat Indonesia yang berdomisili di sana. Khususnya, mengenai kebijakan penanggulangan pandemi Covid-19 di tanah air serta upaya mendorong pemulihan ekonomi nasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement