Selasa 08 Dec 2020 17:18 WIB

Muhammadiyah Minta Penjualan Bebas Rokok Elektrik Dilarang

Ini jadi langkah promotif-preventif dalam menekan angka perokok pemula di Indonesia.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Rokok elektrik. Ilustrasi
Foto: Dailymail
Rokok elektrik. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Muhammadiyah dan Kantor Staf Presiden baru-baru ini melakukan pertemuan virtual menindaklanjuti Rekomendasi Muhammadiyah terhadap Pengendalian Konsumsi Tembakau di Indonesia, yang suratnya dikirimkan PP Muhammadiyah 4 November 2020 ke Presiden RI.

Pertemuan dihadiri Muhammadiyah Tobacco Control Network (MTCN), Muhammadiyah Steps UMY, Muhammadiyah Tobacco Control Center UM Magelang, Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Indonesia Institute for Development, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Muhammadiyah sudah mencantumkan poin-poin untuk ditindaklanjuti Presiden Jokowi. Pertama mendukung pemerintah melakukan upaya-upaya pengendalian konsumsi tembakau (rokok) dan larangan electronic nicotine delivery system atau dikenal e-Cigarette.

Pemerintah diminta menetapkan kenaikan tarif cukai rokok minimal 25 persen pada 2021. Kemudian, meminta pemerintah menetapkan perubahan atas PP 109/2012 tentang pengamanan bahan mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

"Terkhusus dalam penambahan ukuran pesan kesehatan bergambar dalam produk tembakau sebesar 85 persen. Serta melarang peredaran dan penjualan bebas electronic nicotine delivery system (ENDs) atau e-Cigarette di Indonesia," kata Dianita Sugiyo dari MTCN, Selasa (8/12).

Kedua, Muhammadiyah meminta Presiden Joko Widodo memberi instruksi khusus pemda-pemda seluruh segera menyesuaikan program pencegahan dan pengendalian penularan Covid-19 agar terintegrasi dengan pengendalian konsumsi tembakau (rokok).

Ini jadi langkah promotif-preventif dalam menekan angka perokok pemula di Indonesia yaitu 9,1 persen (Riskesdas 2018), menjauh dari target RPJMN 2019 yaitu 5,4 persen. Tenaga Ahli Muda Kantor Staf Presiden, Aditya Syarief, menyambut baik rekomendasi tersebut.

Ia menekankan, Kantor Staf Presiden akan terlebih dulu menampung dan melakukan pembahasan lanjutan terkait rekomendasi itu. Yang mana, telah dikirimkan secara resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan MTCN sejak 4 November 2020 lalu tersebut.

"Saat ini, memang Pemerintah RI membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tambahan terkait keputusan program atau kebijakan yang akan dibuat nanti," ujar Aditya.

Project Director Muhammadiyah Steps UMY, Supriyatiningsih menambahkan, sampai saat ini mereka masih berharap kebijakan apa pun yang dibuat Pemerintah RI sudah penuh pertimbangan. Sehingga, dapat bermanfaat dan menyelesaikan permasalahan negeri.

"Sebagaimana juga mampu mencapai tujuan kita bersama yaitu sumber daya manusia unggul Indonesia maju," kata Supriyatiningsih. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement