Kamis 10 Dec 2020 06:26 WIB

Mantan Staf M Natsir Kembali Terbitkan Buku Sejarah

Buku kisah para pendiri bangsa kembali terbit

Sukarno sebagai tokoh nasionalis saling bersalaman dalam acara pengangkatan tokoh umat Islam, Moh Natsir, sebagai perdana menteri di awal ahun 1950-an.
Foto: arsip nasional
Sukarno sebagai tokoh nasionalis saling bersalaman dalam acara pengangkatan tokoh umat Islam, Moh Natsir, sebagai perdana menteri di awal ahun 1950-an.

REPUBLIKA.CO.ID, IHRAM.CO.ID, Mantan staf Perdana Menteri Pertama RI M Natsir, Lukman Hakiem, kembali menerbitkan buku bertema tokoh sejarah. Politisi senior dan mantan staf ahli Wapres Hamzah Haz berkisah kembali soal para tokoh atau pendiri bangsa Indonesia.

Dia memberikan kata pengantar dalam bukunya yang berjudul: 'Dari Panggung Sejarah Bangsa: Belajar dari tokoh dan Peristiwa'.

----------

Pengantar Penulis

Bismillahirrahmanirrahim.

Bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’la, berbagai tulisan yang semula berserakan di berbagai media cetak dan media online, akhirnya dapat dikumpulkan, dan diterbitkan dalam bentuk seperti yang sekarang ada di tangan para pembaca yang budiman.

Hal ini dimungkinkan karena kesediaan penerbit Pustaka Alkautsar menerbitkan naskah-naskah pendek yang sederhana ini. Oleh karena itu, seyogianya di permulaan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pimpinan dan segenap crew Pustaka Alkautsar atas kerja sama dan kerja kerasnya mengusahakan penerbitan kumpulan tulisan ini.

Semoga kerja sama penulis dengan Pustaka Alkautsar bermanfaat bagi upaya terus menumbuhkan budaya literasi, meningkatkan minat membaca dan menulis, khususnya di kalangan generasi muda bangsa.

Penulis sungguh merasa berbahagia oleh kesediaan Bung Fuad Nasar memberi Kata Pengantar untuk buku ini. Di tengah kesibukan yang menyita waktu sebagai Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementeriaan Agama Republik Indonesia, kesediaan Bung Fuad meluangkan waktu untuk menulis Kata Pangantar, bagi penulis sungguh merupakan kehormatan yang sangat spesial. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi pahala terbaik kepada Bung Fuad. Jazakallah ahsanal jaza.

Terima kasih dan penghargaan tentu saja penulis harus sampaikan kepada para pengasuh media online Imam Fatchurrohman (Muslimobsession), Muhammad Subarkah (Republika), Jamaluddin Karim (Telusur), dan Arif Rahman Hakim (Obsessionnews) yang rajin memublikasikan karangan penulis.

Khusus kepada Bung Subarkah, saya harus menyampaikan penghargaan karena di tangannya, beberapa naskah saya mendapat pengayaan sehingga tulisan saya menjadi lebih bagus, lebih lengkap, dan lebih bertenaga.

Melalui buku sederhana ini, penulis mengajak para pembaca yang budiman untuk belajar dari para tokoh dan berbagai peristiwa yang pernah terjadi di negeri ini. Kita bisa menyimak pandangan para pendahulu kita, sebagaimana kita bisa belajar dari menarik ilham dari prilaku mereka.

Kita, misalnya, bisa belajar dari keteguhan Haji Misbach di dalam menentang kolonialisme Belanda. Untuk keteguhannya itu, tokoh yang dijuluki “Haji Merah” tersebut  rela dijebloskan ke penjara, diawasi semua kegiatannya, bahkan dibuang ke daerah yang sangat jauh dari tanah kelahirannya di Surakarta, dan menghembuskan nafas terakhirnya di tanah pengasingan.

Kita bisa menarik teladan dari H.M. Rasjidi yang sesudah menjadi Menteri Agama dalam dua kabinet, tidak canggung melaksanakan tugas sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Agama. Orang mungkin melihat itu sebagai penurunan jabatan, tetapi Rasjidi melihatnya sebagai tugas negara yang wajib dia laksanakan.

“Apabila saya memang diminta berhenti, saya pun akan berhenti juga. Tetapi, selama saya masih berfungsi, insya Allah semua tugas yang dibebankan kepada saya akan saya usahakan lakukan sebaik-baiknya,” ujar Rasjidi merespon informasi dari Presiden Sukarno mengenai adanya aspirasi yang kurang menghendaki alumni Universitas Al-Azhar Mesir itu menduduki posisi sebagai Menteri Agama. “Bagaimana ini, Bung Haji Rasjidi?” tanya Bung Karno.

Kita juga bisa menyimak pandangan Tan Malaka mengenai Islam. Menurut tokoh yang oleh gembong PKI, M.H. Lukman, disebut pengkhianat Marxisme-Leninisme, Islam telah mengajarkan sosialisme dan antipenjajahan, dua belas abad sebelum Karl Marx lahir. Di kesempatan lain, Tan Malaka,seperti dikutip oleh Hadidjojo Nitimihardjo (2009),  mengatakan: “Islam di Indonesia seperti darah dalam tubuh manusia. Kalau ia digerakkan dengan baik, maka tubuh bangsa ini sehat.”

Di masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri, Panglima Laskar Jihad Ustadz Ja’far Umat Thalib ditangkap oleh aparat yang berwenang. Di luar dugaan, tidak lama setelah penangkapan itu, Wakil Presiden H. Hamzah Haz mengunjungi Ustadz Ja’far di tempat penahanannya di Markas Besar Kepolisian RI. Kunjungan tidak terduga itu segera menimbulkan kehebohan. Apa latar belakang dan bagaimana dampak dari kunjungan Wapres Hamzah Haz, ditulis di buku ini.

Dari proses belajar dan memahami tokoh dan peristiwa itu diharapkan kita semua dapat mengambil hikmah yang dapat dimanfaatkan sebagai suluh penerang untuk melanjutkan perjalanan bangsa menuju terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Terima kasih kepada istri penulis (Hj. Endah Wirdahayati); anak-anak dan menantu (Almanfaluthi dan Lilis, Fadhlan dan Puput, serta Hasri Ainun), dan cucu-cucu yang cantik (Alizha, Syacila, Raissa, Rengganis, dan Kanaya) atas segenap cinta dan dukungannya kepada penulis.

Billahittaufiq wal hidayah.

Cicurug, Muharram 1442

Agustus 2020

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement