Ahad 13 Dec 2020 19:32 WIB

Kemenko Perekonomian: UU Ciptaker Bermanfaat di Masa Depan

UU Cipta Kerja memudahkan penciptaan lapangan kerja baru lewat peningkatan investasi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
UU Cipta Kerja dinilai akan bermanfaat di masa depan. (ilustrasi)
Foto: Republika
UU Cipta Kerja dinilai akan bermanfaat di masa depan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi menilai UU Cipta Kerja (Ciptaker) sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada serta tantangan ke depan. Seperti memanfaatkan “bonus demografi” yang akan dialami Indonesia dalam 10-15 tahun mendatang (2020-2035), kemudian menyederhanakan, menyinkronkan, dan memangkas regulasi dikarenakan terlalu banyaknya aturan yang diterbitkan di pusat dan daerah (hyper-regulation) yang menghambat kegiatan berusaha dan penciptaan lapangan kerja.

“Saat ini, tercatat lebih dari 43 ribu peraturan, terdiri atas 18 ribu peraturan pusat, 14 ribu peraturan menteri, empat ribu peraturan LPNK, dan hampir 16 ribu peraturan di daerah,” ujar Elen, Ahad (13/12).

Baca Juga

UU Cipta Kerja juga memberikan perlindungan dan kemudahan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan koperasi, yaitu mereka bisa masuk ke sektor formal melalui kemudahan pendirian, perizinan, dan pembinaan. Jumlah UMK sendiri sebesar 64,13 juta atau sebesar 99,98 persen dari total UMKM sejumlah 64,19 juta.

“Jadi di sini, UU Cipta Kerja juga akan memudahkan penciptaan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi, dengan tetap memberikan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagi pekerja yang sudah ada,” ujarnya.

Penciptaan lapangan kerja baru tersebut akan didorong uleh kemudahan mendirikan usaha pula, yang mana pengusaha diberi kemudahan dalam menentukan lokasi kegiatan usaha sesuai tata ruang; menyiapkan dan membangun bangunan gedung tempat usaha; mendapatkan perizinan dan fasilitas/ kemudahan; serta mendapatkan bahan baku dan mengelola kegiatan usaha.

Serta, ada kemudahan untuk mendapatkan Sertifikat Halal, mendapatkan perizinan bagi nelayan, mendapatkan legalitas usaha (badan hukum), mendapatkan lahan dan/atau tanah, dan optimalisasi aset negara dan dukungan administrasi pemerintahan untuk penciptaan lapangan kerja.

Pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai dampak, terutama ekonomi. Indikator perekonomian nasional menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan signifikan menjadi 2,97 persen pada triwulan pertama dan terkontraksi menjadi minus 5,32 persen pada triwulan kedua. Hal ini antara lain disebabkan penerapan PSBB di berbagai daerah.

Sedangkan, pada triwulan ketiga, pertumbuhan ekonomi mulai mengalami pemulihan, meskipun masih tetap tumbuh minus 3,49 persen. Pada triwulan keempat diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat mendekati 0 persen bahkan positif.

“Hal ini didukung konsumsi pemerintah yang tumbuh sebesar 9,79 persen dan beberapa sektor seperti pertanian dan informasi-komunikasi yang masih positif,” jelasnya.

Pada sisi ketenagakerjaan, terjadi disrupsi pada kondisi ketenagakerjaan akibat munculnya pandemi Covid-19. Selain pengangguran, perlu diperhatikan seberapa besar pekerjaan yang hilang akibat pandemi, dan dampak terhadap pasar kerja yang berupa pengurangan jam kerja (working hour losses).

Elen merinci tercatat 29,12 juta atau 14,28 persen dari penduduk usia kerja terkena dampak Covid-19, terdiri dari 5,09 juta orang pengangguran, tidak bekerja sementara dan bukan angkatan kerja karena Covid-19, serta 24,03 juta orang mengalami pengurangan jam kerja (shorter hours) karena pandemi ini juga.

Sementara itu, jumlah pengangguran naik 2,67 juta sehingga menjadi 9,77 juta orang. Apabila ditambah dengan pekerja paruh waktu sejumlah 33,34 juta dan setengah penganggur sebanyak 13,09 juta, maka terdapat 56,2 juta orang yang bekerja tidak penuh. Adapun yang mengalami dampak penurunan pendapatan akibat Covid-19 adalah masyarakat berpenghasilan rendah di bawah Rp 1,8 juta sebesar 70,5 persen.

Kemudian, dalam beberapa tahun terakhir, Gross National Income per kapita mengalami kenaikan secara konsisten, dan Indonesia telah mencapai posisi sebagai negara upper middle income per 1 Juli 2020. Dapat dilihat bahwa di 2019 pendapatan per kapita negara ini sebesar 4.050 dolar AS naik dari 2018 sebesar 3.840 dolar AS. Dalam kondisi ini, Indonesia menghadapi tantangan Middle Income Trap (MIT), yaitu keadaan ketika perekonomian suatu negara tidak dapat meningkat menjadi negara high income.

“Melihat dinamika perekonomian global, dan mempertimbangkan kondisi ketenagakerjaan kita dan tantangan untuk bisa keluar dari MIT, maka diperlukan terobosan besar dalam melakukan transformasi ekonomi serta mendorong reformasi struktural di Indonesia. Salah satu yang menjadi andalan utama adalah melalui reformasi regulasi, yakni melalui UU Cipta Kerja,” tutur Elen.

Sebagai informasi, dalam rangka memperbanyak lagi masukan masyarakat, pemerintah juga telah membentuk Tim Serap Aspirasi yang bersifat independen dan beranggotakan para ahli serta tokoh masyarakat. Tim ini diharapkan dapat menjadi jembatan yang aktif bagi masyarakat untuk memberikan masukan kepada pemerintah atas RPP dan RPerpres atau hal lainnya yang dipandang perlu untuk implementasi UU Cipta Kerja secara efektif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement