Senin 14 Dec 2020 09:29 WIB

ESDM: Pemerintah Komitmen Laksanakan BBM Ramah Lingkungan

Pertamina juga sedang uji coba membuat Green Diesel dari 100 persen tanpa fosil fuel

Rep: intan pratiwi/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja PT Pertamina (Persero) mengecek instalasi saat pemuatan BBM ke kapal tangker di Jetty 5, Refinery Unit V, Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (8/8). Refinery Unit V Balikpapan berhasil memproduksi BBM berstandar Euro IV, Pertamina Dex High Quality dengan kandungan sulfur rendah dan ramah lingkungan. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww/17.
Foto: ANTARA FOTO
Pekerja PT Pertamina (Persero) mengecek instalasi saat pemuatan BBM ke kapal tangker di Jetty 5, Refinery Unit V, Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (8/8). Refinery Unit V Balikpapan berhasil memproduksi BBM berstandar Euro IV, Pertamina Dex High Quality dengan kandungan sulfur rendah dan ramah lingkungan. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww/17.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian ESDM berkomitmen mewujudkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan. Sejumlah langkah telah dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan BBM ramah lingkungan yang berdampak besar mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendukung kesehatan masyarakat tersebut.

Pelaksana Tugas Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mustafid Gunawan menjelaskan progres komitmen Pemerintah mewujudkan BBM ramah lingkungan, antara lain melalui kilang Pertamina di Plaju dan Cilacap yang sedang dalam tahap penelitian untuk memproduksi green gasoline yaitu bensin yang dihasilkan dari campuran crude oil dan minyak kelapa sawit (85:15) sebagai bahan bakunya.

Pertamina juga sedang melakukan uji coba membuat Green Diesel dari 100 persen tanpa fosil fuel. BBM ini menggunakan bahan baku kelapa sawit dengan spesifikasi setara solar yang bersumber dari fosil, bahkan dengan kualitas yang lebih baik yakni cetane number yang lebih tinggi dan sulfur yang jauh lebih rendah.

Inovasi ini menggunakan katalis merah putih, yaitu katalis inovasi para ahli katalis Indonesia yang diproduksi sendiri di Indonesia. Kilang Plaju ditargetkan beroperasi pada tahun 2025 dan Dumai pada tahun 2026.

"Selanjutnya, program mandatori pencampuran 30 persen biodiesel (FAME) ke BBM solar yang telah dimulai sejak Januari 2020. Program ini merupakan kelanjutan dari Program B20 yang telah diterapkan sebelumnya dalam rangka menghemat devisa negara, memberdayakan para petani kelapa sawit dalam negeri dan mengurangi penggunaan BBM jenis solar yang berasal dari fosil," papar Mustafid, Senin (14/12).

Progres lainnya adalah potensi penggunaan B40 pada tahun 2021 sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo. "Saat ini masih dalam tahap penelitian dan kajian baik dari aspek teknis, lingkungan dan keekonomian," tambahnya.

Terakhir, program pencampuran bioethanol sebesar 2 persen ke BBM jenis bensin dalam rangka peningkatan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun saat ini masih ada beberapa kendala tertutama dari aspek keekonomian.

Dalam rangka mendukung implementasi BBM ramah lingkungan, untuk solar CN 51, Kementerian ESDM telah menerbitkan SK Dirjen Migas No. 0234.K Tahun 2019 di mana untuk kandungan sulfur CN 51 telah sesuai dengan ketentuan Permen LHK No. 20 Tahun 2017 yakni kandungan sulfur maksimal 50 ppm pada April 2021.

Sedangkan untuk CN 48, rencananya akan diterbitkan SK Dirjen untuk menurunkan batasan kandungan maksimal sulfur dari 2500 menjadi 2000 ppm pada tahun 2021 dan dari 2000 menjadi 500 ppm pada 2024 dan 500 ppm menjadi 50 ppm pada 2026.

Dalam kesempatan tersebut Mustafid mengingatkan, kebijakan mengenai BBM bukan hanya urusan Kementerian ESDM semata, melainkan keputusan bersama. Hingga saat ini, RON dengan nilai oktan rendah memang masih beredar di masyarakat, ini tentunya dengan berbagai pertimbangan."Kami sangat mengapresiasi dan mengajak masyarakat yang berkemampuan untuk beralih menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan di kendaraannya," ujar Mustafid.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement