Selasa 15 Dec 2020 02:00 WIB

Dokter: Sembuh Covid-19, Periksa Jantung Sebelum Berolaraga

Dokter anjurkan penyintas tak langsung olahraga seberat sebelum kena Covid-19.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Reiny Dwinanda
Olahraga (ilustrasi). Penyintas Covid-19 bisa jadi mengalami miokarditis. Pengidap miokarditis dapat mengalami detak jantung tidak teratur dan kematian mendadak ketika berolahraga berat.
Foto: www.freepik.com
Olahraga (ilustrasi). Penyintas Covid-19 bisa jadi mengalami miokarditis. Pengidap miokarditis dapat mengalami detak jantung tidak teratur dan kematian mendadak ketika berolahraga berat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Covid-19 ada kalanya berkaitan dengan peradangan otot jantung (miokarditis). Para dokter pun ingin memastikan penyintas Covid-19 dapat kembali rutin beraktivitas fisik dengan aman.

Pasalnya, pengidap miokarditis dapat mengalami detak jantung tidak teratur dan kematian mendadak ketika berolahraga berat. Dokter pun mencoba memastikan agar atlet dan olahragawan yang pernah menderita Covid-19 dapat kembali ke aktivitas fisik seaman mungkin setelah pemulihan.

Baca Juga

Hanya saja, masih banyak yang perlu dipelajari tentang virus baru ini. "Masalah sebenarnya adalah implikasi kardiovaskular, yang sejujurnya masih kita cari tahu," kata pakar kedokteran olahraga North Shore University, Carrie Jaworski, dilansir NBC pada Senin (14/12).

Setelah Covid-19 diketahui dapat menyebabkan miokarditis, American College of Cardiology (ACC) cukup berhati-hati dalam mengeluarkan rekomendasi awalnya pada bulan Mei. ACC menganjurkan dokter melakukan pemeriksaan jantung pada semua atlet dan pehobi olahraga berat yang pernah sakit Covid- 19, sebelum mengizinkan mereka kembali beraktivitas fisik.

Sementara itu, dalam pembaruan rekomendasinya pada Oktober, ACC merekomendasikan saran yang lebih disesuaikan untuk atlet olahraga kompetisi maupun non-atlet berusia 35 tahun ke atas yang latihan untuk kompetisi lari, renang, sepeda, dan angkat beban.

Secara umum, rekomendasi ACC mendukung konsultasi dokter dan pemeriksaan jantung. Untuk atlet yang menderita Covid-19 sedang hingga parah, pemeriksaannya menggunakan elektrokardiogram, ekokardiogram, dan tes darah troponin.

"Cedera jantung cukup umum dan lazim di antara pasien yang dirawat di rumah sakit karena infeksi Covid-19, lebih dari 20 persen prevalensi cedera jantung," ujar Jonathan Kim sebagai kepala kardiologi olahraga di Emory University di Atlanta.

Menurut Kim, penting untuk membedakan Covid-19 dengan penyakit virus pernapasan umum lainnya. Sebab, pada pasien penyakit pernapasan non-Covid-19 yang paling parah, bukti cedera jantung sekitar satu persen.

Akibatnya, orang pada umumnya belum menjalani penapisan untuk cedera jantung setelah mereka mengalami mayoritas penyakit pernapasan. Tetapi Covid-19 adalah penyakit yang sangat berbeda. Sementara ini dokter tahu pasien dengan kasus Covid-19 akut memiliki risiko kerusakan jantung yang signifikan.

"Tapi mereka mengetahui lebih sedikit tentang risiko pada kasus Covid-19 yang lebih ringan," kata Kim.

Menurut Kim, skrining jantung tidak disarankan untuk orang yang memiliki kasus asimptomatik atau ringan. Covid-19 ringan ditandai dengan gejala sakit kepala, kehilangan kemampuan mengecap rasa atau mengenali bau, batuk, dan sakit tenggorokan tanpa gejala sistemik yang lebih serius, seperti demam terus-menerus, menggigil, kelelahan parah, pneumonia, atau nyeri dada.

MRI jantung mungkin diperlukan jika tes jantung lainnya tidak normal atau gejala terus berlanjut. Terlepas dari kekhawatiran soal miokarditis pada penyintas Covid-19, Jaworski menganjurkan agar latihan seusai sembuh dari infeksi SARS-CoV-2 dilakukan secara bertahap.

Jaworski merekomendasikan beban olahraga cukup 50 persen dari yang biasa dilakukan. Bebannya bisa ditingkatkan 10 persen lagi setiap pekannya.

"Yang terpenting, rasakan sinyal yang diberikan tubuh Anda," ujar Jaworski.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement