Selasa 15 Dec 2020 11:26 WIB

Polling: Sepertiga Warga Jepang Ingin Olimpiade Dibatalkan

Hanya 27 persen yang menginginkan Olimpiade harus diadakan sesuai jadwal.

 Pekerja berdiri di atas tongkang membawa monumen cincin Olimpiade di tepi laut Taman Laut Odaiba, di Tokyo, Jepang, 01 Desember 2020. Monumen cincin Olimpiade telah dipasang kembali ke lokasi aslinya setelah pekerjaan pemeliharaan. Olimpiade Tokyo 2020 telah dijadwalkan ulang menjadi 23 Juli 2021, karena pandemi virus corona.
Foto: EPA-EFE/FRANCK ROBICHON
Pekerja berdiri di atas tongkang membawa monumen cincin Olimpiade di tepi laut Taman Laut Odaiba, di Tokyo, Jepang, 01 Desember 2020. Monumen cincin Olimpiade telah dipasang kembali ke lokasi aslinya setelah pekerjaan pemeliharaan. Olimpiade Tokyo 2020 telah dijadwalkan ulang menjadi 23 Juli 2021, karena pandemi virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajak pendapat yang digelar stasiun televisi pemerintah, NHK, Selasa (15/12), menyebutkan, sepertiga penduduk Jepang ingin Olimpiade Tokyo dibatalkan di tengah kekhawatiran masuknya orang asing yang bisa menyebabkan lonjakan kasus Covid-19. Pemerintah Jepang dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada Maret memutuskan menunda Olimpiade 2020 setahun karena pandemi virus corona baru di mana perhelatan itu dijadwalkan diadakan dari 23 Juli sampai 8 Agustus 2021.

Namun, ketika Jepang bergulat dengan gelombang ketiga infeksi, jajak pendapat NHK yang dilakukan dari 11-13 Desember, menunjukkan 32 persen responden ingin Olimpiade Musim Panas sama sekali dibatalkan. Hanya 27 persen yang menginginkan Olimpiade harus diadakan sesuai jadwal sementara 31 persen menyukai penundaan lagi.

Baca Juga

Menurut jajak pendapat NHK pada Oktober, 40 persen memilih Olimpiade diadakan sesuai rencana dengan hanya 23 persen mendukung pembatalan dan 25 persen lebih memilih penundaan lebih lanjut.

Sementara, Jepang telah menghindari sejumlah infeksi dan kematian yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia. Munculnya kasus baru memaksa pemerintah mengambil kembali langkah-langkah seperti meminta bar dan restoran tutup lebih awal.

Perdana Menteri Yoshihide Suga pada Senin (14/12), menangguhkan program subsidi perjalanan yang banyak dikritik untuk membantu membendung jumlah kasus yang bertambah, demikian dilaporkan Reuters.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement