Selasa 15 Dec 2020 14:06 WIB

Denmark Ingin Masukkan Imigran Muslim dalam Data Kejahatan

Imigran Muslim ingin dimasukkan sebagai data kejahatan di Denmark.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi imigran
Foto: www.france24.com
Ilustrasi imigran

REPUBLIKA.CO.ID,COPENHAGEN -- Denmark berencana mengklasifikasikan imigran Muslim dan anak-anak mereka secara terpisah dalam statistik resmi, termasuk dalam kejahatan dan pekerjaan. Menteri Imigrasi dan Integrasi Denmark Mattias Tesfaye telah menyuarakan dukungan untuk pemisahan statistik orang-orang dengan warisan Timur Tengah dan Afrika Utara, serta orang-orang dari Pakistan dan Turki.

Tesfaye menilai, pengklasifikasian itu sangat membantu untuk mengkategorikan orang berdasarkan wilayah untuk mendapatkan lebih banyak pemahaman tentang kejahatan di negara Skandinavia tersebut. "Kami membutuhkan angka-angka yang lebih jujur dan saya pikir itu akan menguntungkan dan memenuhi syarat debat integrasi jika kita mengeluarkan angka-angka ini secara terbuka," katanya dilansir di The National News, Selasa (15/12).

Baca Juga

"Karena pada dasarnya, mereka menunjukkan bahwa kami di Denmark tidak memiliki masalah dengan orang-orang dari Amerika Latin dan Timur Jauh. Kami punya masalah dengan orang-orang dari Timur Tengah dan Afrika Utara," tambahnya.

Sekitar 4,4 persen populasi Denmark adalah Muslim. Denmark membedakan antara orang-orang dari warisan barat dan non-barat dalam statistik imigrasi resminya. Denmark menganggap UE, Andorra, Australia, Kanada, Islandia, Liechtenstein, Monako, Selandia Baru, Norwegia, San Marino, Swiss, Inggris, AS, dan Vatikan, sebagai barat.

 

Ketika pejabat Denmark melihat statistik kejahatan mereka, mereka menemukan bahwa laki-laki muda dari negara-negara Mena, Pakistan dan Turki lebih mungkin melakukan kejahatan daripada di negara-negara non-barat lainnya.

Mereka juga menemukan bahwa orang-orang dari negara-negara tersebut lebih mungkin menganggur. Pada 2018, 4,6 persen pria muda dari salah satu negara tersebut dihukum. Untuk pria muda di negara non-barat lainnya, itu 1,8 persen.

Statistik pemerintah Denmark menemukan bahwa perempuan dengan warisan budaya di negara-negara Mena, Pakistan dan Turki memiliki tingkat pekerjaan 41,9 persen pada 2018, dibandingkan dengan 61,6 persen perempuan dari negara-negara non-barat lainnya, seperti Thailand dan Vietnam.

"Angka-angka baru ini akan memberikan diskusi politik yang lebih jujur tentang minoritas imigran yang menciptakan tantangan yang sangat besar bagi masyarakat kita," kata Tesfaye. Pada Agustus 2018, Denmark memberlakukan "larangan burqa" yang kontroversial, yang menyebabkan ratusan wanita Muslim melakukan protes di kota-kota di seluruh negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement