Selasa 15 Dec 2020 18:02 WIB

Kemenag Akui Pesantren Hadapi Dilema Luar Biasa Hadapi Covid

Pesantren menghadapi dilema yang luar biasa dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
Santri Ponpes  menyimak sosialisasi tentang protokol kesehatan Covid-19
Foto: Dok UI
Santri Ponpes menyimak sosialisasi tentang protokol kesehatan Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Waryono Abdul Ghafur menyadari, penanganan Covid-19 di pondok pesantren memang persoalan yang kompleks. Dia mengatakan, pesantren menghadapi dilema yang luar biasa dalam menghadapi pandemi Covid-19.

"Dilema yang luar biasa. Satu sisi infrastruktur pesantren itu belum semuanya baik tetapi di sisi lain ada sebagian kiai yang merasa ini amanat orang tua yang harus dijalankan. Karena orang tua itu 'capek', tidak mampu lagi. Belum lagi ngajari anak itu tidak mudah. Belum tentu bisa matematika dan bisa baca kitab kuning," tuturnya kepada Republika.co.id, Selasa (15/12).

Waryono menyampaikan tidak sedikit orang tua yang jenuh melihat anaknya belajar di rumah. "Yang perlu juga dicatat, ternyata 8 bulan itu orang tua gak tahan anaknya di rumah terus. Jadi kiai itu juga didorong oleh keinginan orang tua agar anaknya belajar lagi di pondok dan kiai menolak sebenarnya. Sedangkan orang tua sulit mengajari anaknya sendiri. Belum lagi orang tuanya harus bekerja," kata dia.

Waryono menjelaskan, penerapan protokol kesehatan di pesantren, seperti jaga jarak fisik, cuci tangan, dan pakai masker, itu berkaitan dengan infrastruktur dan anggaran. Di sisi lain, infrastruktur di pesantren berbeda-beda.

 

"Kita tahu, yang pertama kena kasus Covid-19 di pesantren itu Gontor, yang kaya infrastruktur. Tetapi ternyata kena juga meski saat di-tracing itu kenanya bukan di dalam (pesantren) tetapi dari luar," paparnya.

Apalagi, Waryono mengingatkan, penerapan protokol kesehatan seperti jaga jarak fisik dihadapkan dengan kapasitas per kamar di pesantren yang biasanya diisi belasan santri. "Kira-kira masih seperti itu (18-20 santri per kamar). Kamar pondok 4x4 meter itu diisi banyak orang," tuturnya.

Kemenag, lanjut Waryono, tidak bisa mengintervensi lebih jauh soal penerapan protokol kesehatan di pesantren. Kemenag hanya bisa menyampaikan imbauan kepada pondok pesantren agar menerapkan protokol kesehatan. Misalnya, imbauan kepada kiai agar menahan diri dengan tidak mendatangkan santri. Sedangkan santri yang sudah ada di lingkungan pesantren tidak boleh keluar dari pondok.

"(Kalau mengatur yang lebih dari sekadar imbauan) untuk madrasah itu bisa, seperti untuk ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah. Madrasah ini belum tatap muka meski madrasah itu sebagiannya ada di pesantren. Tetapi yang pesantren yang murni, salafiyah, berkali-kali saya sampaikan itu otoritas kiai," ucapnya.

"Kami sendiri sudah memberi Bantuan Operasional Pesantren (BOP) untuk penanganan Covid-19. Tetapi Covid ini kan panjang, lama. Sehingga bantuan dari pemerintah melalui Kemenag itu kan kurang. Apalagi untuk pesantren besar," tambahnya.

Selama ini, Waryono mengatakan, Kemenag terus memantau penanganan Covid-19 di pesantren. "Kami memantau juga, kami juga bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, yang melakukan penelitian berapa persen Gugus Tugas di pesantren," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement