Sabtu 19 Dec 2020 06:35 WIB

Dampak Pandemi Bagi Industri Asuransi

Ombudsman menyoroti banyaknya kasus gagal bayar sektor industri keuangan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ani Nursalikah
Dampak Pandemi Bagi Industri Asuransi. Petugas keamanan bertugas di depan berbagai logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Senin (6/7/2020). Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan meskipun kinerja unit link tertekan, namun produk ini masih menjadi penopang kinerja asuransi jiwa dengan pendapatan premi dari produk unit link sebesar Rp27,18 triliun yang berkontribusi sebesar 61,6 persen terhadap total premi senilai Rp44,11 triliun sedangkan pendapatan premi dari produk tradisional sebesar Rp16,93 triliun yang berkontribusi sebesar 38,4 persen terhadap total premi. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Dampak Pandemi Bagi Industri Asuransi. Petugas keamanan bertugas di depan berbagai logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Senin (6/7/2020). Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan meskipun kinerja unit link tertekan, namun produk ini masih menjadi penopang kinerja asuransi jiwa dengan pendapatan premi dari produk unit link sebesar Rp27,18 triliun yang berkontribusi sebesar 61,6 persen terhadap total premi senilai Rp44,11 triliun sedangkan pendapatan premi dari produk tradisional sebesar Rp16,93 triliun yang berkontribusi sebesar 38,4 persen terhadap total premi. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan situasi ekonomi yang saat ini menghadapi tekanan karena pandemi covid19 mempunyai dampak yang serius terhadap kinerja sektor keuangan, termasuk di dalamnya industri asuransi. 

Misbakhun menyampaikan pasar modal mengalami penurunan IHSG sangat tajam pada awal pandemi dan kinerja emiten di pasar modal juga mengalami tekanan karena PSBB dan dampak Covid-19 lainnya. 

Baca Juga

"Hal ini memberikan dampak serius kepada dunia asuransi kita, di mana mereka memainkan instrumen investasi mereka di pasar modal, sementara pasar modal sendiri mengalami situasi tekanan yang membuat mereka juga harus sulit memberikan return," ujar Misbakhun saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (18/12).

Misbakhun menyebut investasi perusahaan asuransi di pasar modal dan pada produk-produk reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) saham tentu mangalami pemburukan kinerja dan akibatnya juga berdampak kepada kemampuan industri perusahaan asuransi seperti AJB Bumiputera 1912, Kresna Life, WanaArtha dan lainnya dalam membayar polis mereka yang jatuh tempo.

Misbakhun menjelaskan AJB Bumiputera 1912 satu-satunya bentuk usaha bersama dalam industri asuransi di Indonesia. Bahkan menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa di sektor keuangan. 

"Memang AJBB 1912 bukan milik negara dan bukan BUMN. Permasalahannya adalah kewajibannya yang jatuh semakin membesar sementara kualitas aset yang bisa dipakai untuk menutup kewajiban yang jatuh tempo sudah tidak memadai," ucap Misbakhun.

Misbakhun mengatakan apabila dilihat dari nilai aset dibandingkan dengan kewajiban yang jatuh tempo memang kelihatan tidak sebanding. Namun, dia katakan, aset-aset yang dimiliki AJBB 1912 kalau dikelola dengan baik dan lebih produktif maka kualitas aset yang saat ini masih mempunyai nilai yang bisa menutupi kewajiban yang ada.

"Karena kalau kita detailkan lagi sebenarnya tidak semua kewajiban yang ada jatuh tempo dalam jangka pendek," lanjut dia. 

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ikut menyoroti banyaknya kasus gagal bayar sektor industri keuangan. Adapun salah satu faktor penyebab maraknya kasus gagal bayar industri keuangan yakni pengawasan yang lemah.

"Kami melihat, ini pangkal persoalannya kelemahan pengawasan dan mitigasi. Nah, itu yang kemudian harus diperbaiki," ujar Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih.

Menurutnya, penyelesaian permasalahan gagal bayar industri keuangan, bukan hanya menjadi tanggung jawab Kejaksaan Agung. Menurut dia diperlukan lembaga lain untuk melakukan pembenahan hingga ke akar karena masalahnya multidimensi.

Alamsyah menilai permasalahan gagal bayar industri keuangan tidak selesai begitu saja lewat ranah hukum. Menurut, dia diperlukan langkah mitigasi untuk kedepannya.

"Maka ada aspek tentang bagaimana memitigasi dampak, memperbaiki tata kelola, gitu ya," ucapnya.

Selain itu, Alamsyah mengaku, Ombudsman berencana melakukan peninjauan sistemik terkait sistem pengawasan industri keuangan di Indonesia. Namun, hal itu urung terlaksana lantaran wabah Covid-19. Alamsyah juga menyebut Ombudsman pernah melakukan kajian sebelum maraknya kasus gagal bayar industri keuangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement