Senin 21 Dec 2020 03:50 WIB

Hegra, Situs Arkelogi Tersembunyi di Saudi

Selama hampir dua ribu tahun, Hegra nyaris tak terjamah kini terbuka untuk wisatawan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Kota Hegra
Foto: Royal Commission for AlUla
Kota Hegra

REPUBLIKA.CO.ID,  Mungkin belum banyak masyarakat mengetahui bahwa Arab Saudi memiliki situs arkeologi eksotis bernama Hegra. Selama hampir dua ribu tahun, situs yang berada di kota AlUla itu nyaris tak terjamah.

Namun untuk pertama kalinya Saudi membuka situs tersebut untuk wisatawan. Saat ini Saudi memang tengah berupaya memperoleh pendapatan alternatif selain dari industri minyak. Hegra tentu dapat mengangkat sektor pariwisata negara tersebut.

Baca Juga

Sebagian besar daya tarik Hegra terletak pada kenyataan bahwa ia hampir tak diketahui orang luar. Padahal Hegra sangat mirip dengan situs Petra yang berada di Ma'an, Yordania.

Bebatuan besar seukuran bangunan dipahat dengan gaya arsitektur yang khas. Pada masa silam, Hegra disebut merupakan pusat perdagangan internasional yang sibuk.

Kendati demikian, hingga kini belum diketahui secara pasti siapa yang bertanggung jawab atas keberadaan Hegra. "Untuk turis yang pergi ke Hegra, Anda perlu tahu lebih banyak daripada melihat makam serta prasasti dan kemudian pergi tanpa mengetahui siapa yang membuatnya dan kapan," kata David Graf, seorang arkeolog dari University of Miami, dikutip laman Smithsonian Magazine.

Dia menilai, Hegra akan menjadi lebih menarik jika pengunjungnya memiliki keingintahuan intelektual. "Siapa yang menghasilkan makam ini? Siapakah orang yang menciptakan Hegra? Dari mana asalnya? Berapa lama mereka di sini? Memiliki konteks Hegra sangatlah penting," ujarnya.

Yang jelas, Hegra adalah kota kedua kerajaan Nabataean. Kota pertamanya adalah Petra. Suku Nabataean bisa dibilang salah satu peradaban paling misterius dan menarik yang belum pernah didengar banyak orang sebelumnya.

Mereka dikenal sebagai pengembara yang tinggal di gurun dan kemudian berubah menjadi pedagang ahli. Suku Nabataean mengendalikan rute perdagangan dupa dan rempah-rempah melalui Arab dan Yordania ke Mediterania, Mesir, Suriah, serta Mesopotamia.

Merica wangi, akar jahe, gula, dan kapas adalan barang-barang yang biasa dibawa suku Nabataean di karavan mereka. Karavan ditarik oleh unta. Nabataean juga menjadi pemasok aromatik, seperti kemenyan dan mur, yang sangat dihargai dalam upacara keagamaan.

"Alasan mengapa mereka (suku Nabataean) muncul dan menjadi baru dalam sumber kuno adalah karena mereka menjadi kaya. Saat Anda menjadi kaya, Anda menjadi terlihat," kata co-director Hegra Archeological Project Laila Nehmé.

Suku Nabataean menjadi makmur sejak abad keempat sebelum Masehi. Kesejahteraan dan kemapanan mereka nikmati hingga abad kesatu Masehi. Pada masa itu Kekaisaran Romawi mencaplok serta mengambil alih sebagian besar tanah mereka yang mencakup Yordania modern, Semenanjung Sinai, dan sebagian Arab Saudi, Israel, Suriah.

Lambat laun identitas Nabataean hilang seluruhnya. Tantangan untuk mengenal Nabataean adalah bahwa mereka hanya meninggalkan sedikit sejarah tangan pertama. Sebagian besar data tentang suku Nabataean berasal dari dokumen orang luar, Yunani, Romawi, dan Mesir kuno.

Dengan popularitas Petra yang luar biasa saat ini, sulit membayangkan bahwa belum ada yang mengetahui banyak tentang pembuatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement