Senin 21 Dec 2020 16:35 WIB

Mengenal 7 Varian Virus Corona Penyebab Covid-19

Strain G merupakan yang dominan saat ini di seluruh dunia terutama di Eropa

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
virus corona (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
virus corona (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris telah melaporkan penemuan varian baru virus korona SARS-Cov-2 penyebab Covid-19. Virus baru itu disebut lebih mudah dan cepat menyebar.

Ini bukan pertama kalinya virus corona bermutasi sejak pandemi merebak. Mungkin bukan pertama kali pula mutasi atau perubahan materi genetik virus telah mengubah tingkat infeksi.

Baca Juga

Sejauh ini setidaknya ada tujuh kelompok utama atau strain Covid-19 yang beradaptasi dengan inang manusianya. Strain asli yang ditemukan di kota Wuhan, China, pada Desember 2019 dikenal sebagai strain L.

Ia kemudian bermutasi menjadi strain S pada awal 2020. Strain V dan G pun ditemukan. Strain G paling sering ditemukan di Eropa dan Amerika Utara. Namun karena benua itu telat membatasi pergerakan, virus mendapat ruang untuk menyebar lebih cepat. Virus ini pun bermutasi menjadi strain GR, GH, dan GV.

Strain L bertahan cukup lama di Asia. Hal itu karena beberapa negara, termasuk China, dengan cepat menutup perbatasannya dan menghentikan pergerakan.

Beberapa mutasi lain yang lebih jarang dikelompokkan bersama sebagai strain O. Di Denmark, ditemukan mutasi virus corona yang diyakini terkait dengan peternakan cerpelai. Mereka khawatir mutasi tersebut dapat menghambat ekeefktifan vaksin karena telah terjadi lonjakan protein.

Akhirnya Pemerintah Denmark memutuskan memusnahkan 17 juta cerpelai. Strain G merupakan yang dominan saat ini di seluruh dunia, terutama Eropa.

Mutasi spesifik, D614G, adalah varian paling umum. Beberapa ahli mengatakan variasi itu telah membuat virus lebih menular, tapi penelitian lain membantahnya.

Sementara itu strain sebelumnya seperti strain L asli dan strain V secara bertahap menghilang. Di Asia, strain G, GH, dan GR telah meningkat sejak awal Maret, lebih dari sebulan setelah mereka menyebar di Eropa.

Sejauh ini para ahli belum menemukan varian SARS-Cov-2 yang dapat membuat vaksin menjadi kurang efektif. Pada saat bersamaan, virus tersebut lambat bermutasi.

Peneliti dari University of Bologna Federico Giorgi pernah mengoordinasikan penelitian tentang strain Covid-19. Saat diwawancara Science Daily, dia mengatakan virus SARS-Cov-2 tampaknya sudah dioptimalkan untuk memberi dampak pada manusia. Hal itu menjelaskan mengapa tingkat evolusinya rendah.

"Ini berarti bahwa perawatan yang kita kembangkan, termasuk vaksin, mungkin efektif melawan semua jenis virus," ujar Giorgi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement