Selasa 29 Dec 2020 15:51 WIB

Tak Cuma Beli Sinovac: RI Butuh 426 Juta Dosis Vaksin Covid

Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin Covid-19 untuk mencapai herd immunity.

Petugas kesehatan mempersiapkan vaksin Covid-19 saat simulasi pelayanan vaksinasi di Puskesmas Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara. Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin Covid untuk mencapai target herd immunity. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Petugas kesehatan mempersiapkan vaksin Covid-19 saat simulasi pelayanan vaksinasi di Puskesmas Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara. Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin Covid untuk mencapai target herd immunity. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra,

Rr Laeny Sulistyawati

Baca Juga

Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin Covid-19 untuk program vaksinasi terhadap 181 juta rakyat guna mencapai target kekebalan kelompok (herd immunity). Angka itu muncul berdasarkan hitungan jumlah masyarakat yang menjadi target vaksinasi dan 15 persen vaksin cadangan yang menjadi pedoman WHO.

“Kalau kita ingin mengejar herd immunity usia di atas 18 tahun, ada 188 juta orang. Dari 188 juta orang ini, kalau kita keluarkan yang memiliki komorbid berat, kita keluarkan yang juga pernah terkena Covid-19 positif, kita keluarkan ibu-ibu hamil yang masuk kategori eksklusi, jumlah yang menjadi target vaksinasi adalah 181 juta rakyat,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (29/12).

Budi pun memastikan pemerintah telah mengamankan 426 juta dosis vaksin Covid-19 yang dibutuhkan Indonesia. Saat ini, terdapat lima jalur pengadaan vaksin yang sudah dilakukan pemerintah. Empat di antaranya pengadaan vaksin secara bilateral dan satu pengadaan vaksin secara multilateral.

Dari empat pengadaan vaksin secara bilateral, pemerintah telah menandatangani kontrak dengan Sinovac sebesar 125 juta dan juga memiliki opsi untuk menambah. Selain itu, pemerintah juga telah menandatangani kontrak dengan Novavax sebanyak 130 juta dan juga memiliki opsi untuk menambah.

“Kita akan segera tanda tangani kontrak dengan AstraZeneca untuk 100 juta dosis vaksin, sebagian firm sebagian opsi. Dan kita juga akan segera menandatangani kontrak dengan BioNtech Pfizer untuk 100 juta dosis vaksin di mana 50 juta ada firm dan sisanya adalah opsi,” jelas dia.

Budi berharap, finalisasi kerja sama dengan AstraZeneca dan BioNtech Pfizer dapat segera diselesaikan dalam waktu dekat. Ia juga berharap, vaksin-vaksin tersebut tiba secara bertahap di Indonesia sehingga vaksinasi dapat segera dilakukan terhadap 181 juta masyarakat.

Selain itu, Indonesia juga melakukan kerjasama pengadaan vaksin secara multilateral dengan GAVI. Vaksin akan diberikan secara gratis dengan jumlah antara 16 juta dosis hingga 100 juta dosis.

“Itu sebabnya kenapa kita buat kontrak dengan opsi dari supplier vaksin yang ada tadi, yang 4 tadi. Supaya kalau ada kepastian dari pengadaan dari GAVI yang sifatnya gratis, kita tak perlu ambil dari mereka,” ucapnya.

Budi hari ini juga merilis urutan prioritas kelompok yang akan diberikan vaksin Covid-19. Kelompok prioritas vaksinasi Covid-19 ini, ujar Budi, sudah didiskusikan bersama Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) yang berisikan para ahli dan pakar vaksin serta imunisasi.

Kelompok pertama yang akan divaksin adalah petugas kesehatan di 34 provinsi di Indonesia. Total, ada 1,3 juta tenaga kesehatan yang masuk daftar prioritas vaksinasi Covid-19 ini.

Kelompok kedua adalah petugas publik sebanyak 17,4 juta orang. Petugas publik ini adalah pegawai pemerintah atau petugas yang memberi pelayanan kepada masyarakat di garis depan.

Sesuai timeline yang disiapkan, dua kelompok prioritas tersebut akan diberi vaksin Covid-19 pada periode Januari-April 2021. Bersamaan dengan itu, sambil menunggu keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), vaksin juga mulai akan diberikan kepada kelompok lanjut usia (lansia) sebanyak 21,5 juta orang.

Baru setelahnya, masyarakat umum di daerah yang memiliki risiko penularan tinggi akan diberi suntikan vaksin Covid-19 mulai April 2021. Jumlah target vaksinasi untuk kelompok ini adalah 63,9 juta orang. Bila jumlah vaksin memadai, maka vaksinasi akan diperluas lagi kepada kelompok masyarakat di daerah lain sebanyak 77,4 juta orang, sesuai pendekakatan klaster.

Khusus untuk vaksinasi Covid-19 bagi lansia, pemerintah memang sengaja menyelipkan di gelombang pertama sambil menunggu keputusan BPOM. BPOM nanti akan menentukan apakah vaksin Covid-19, termasuk jenis atau mereknya, aman diberikan kepada lansia. Hal ini karena uji klinis vaksin Sinovac yang dilakukan oleh Unpad dan Biofarma di Bandung hanya diberikan terhadap relawan berusia 18-59 tahun.

"Itu sebabnya hasil diskusi kita dengan ITAGI secara saintifik, memang disarankan menggunakan vaksin Sinovac sesuai dengan yang diujikliniskan tahap tiga di Bandung," kata Budi .

Hanya saja, uji klinis vaksin Sinovac di Turki dan Brazil dilakukan juga terhadap relawan berusia di atas 60 tahun. Adanya perbedaan rentang usia inilah yang membuat pemerintah meminta BPOM mengkaji lebih dalam sebelum memutuskan vaksinasi untuk lansia.

Budi juga menyebutkan bahwa sejumlah pabrikan vaksin Covid-19 lainnya di dunia sudah mendapat izin penggunaan bagi masyarakat usia di atas 60 tahun. Misalnya, Pfizer yang telah mendapat izin penggunaan darurat dari MRHA London, FDA dari Amerika Serikat, dan EMA untuk skala Eripa.

"Itu sebabnya juga, karena sebagian besar vaksin kita akan datang mungkin sekitar semester II atau akhir kuartal II 2021, itu sebabnya kalau tadi kita lihat tahapannya lansia kita taruh agak ke belakang. Karena kita ingin memastikan bahwa semua data saintifik pemberian vaksin ke grup lansia ini BPOM sudah feel comfortable," kata Budi.

Penularan meningkat

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan persentase kasus positif Covid-19 sudah amat serius hingga 20 persen dalam kurun waktu sepekan terakhir. Kementerian Kesehatan bahkan memprediksi, kasus Covid-19 akan meningkat hingga 40 persen, terutama usai libur natal dan tahun baru (nataru).

"Kalau kita melihat persentase kasus positif Covid-19 di Indonesia dalam sepekan terakhir amat serius karena sudah 20 persen lebih. Artinya, risiko penularan amat sangat meningkat," ujar Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, Selasa (29/12).

Padahal, dia melanjutkan, varian baru virus corona yaitu B117 yang menjadi ancaman dunia dan banyak terjadi pada negara-negara, antara lain Inggris, Belanda, Australia, Italia, Islandia, hingga Singapura. Ia menyebutkan dalam beberapa hari saja sudah ada 1.108 kasus varian baru SARS-CoV2 di Inggris hingga per 13 Desember 2020.

Zubairi mengutip data dari ahli yang mengatakan varian baru virus corona ini memang tidak lebih mematikan, namun sangat mudah menular. Bahkan, dia melanjutkan, ahli mencatat varian baru virus ni menular jauh lebih cepat hingga 71 persen.

Perkembangan virus yang begitu cepat membuat IDI meminta pencegahan masuknya virus ini harus all out dan ketat. Selain itu, dia melanjutkan, vaksinasi juga bisa dilakukan.

Terkait efektivitas vaksin Covid-19 untuk varian baru virus ini, pihaknya belum 100 persen yakin. Ia menegaskan, semua harus dibuktikan dengan penelitian yang mengikutsertakan pasien yang terinfeksi varian baru virus ini.

"Saat ini dikerjakan dua vaksin untuk mendeteksi apakah vaksin yang dianggap mempan, bagus ini tetap baik untuk mengatasi varian baru virus corona," katanya.

Adapun, Kemenkes sebelumnya memperkirakan kasus Covid-19 akan meningkat hingga 40 persen. Peningkatan itu salah satunya imbas dari masa libur natal dan tahun baru (nataru).

"Kami melihat dari hari ke hari, jumlah kasus yang positif Covid-19 itu ternyata trennya meningkat. Diprediksi tren peningkatannya sekitar 25-40 persen," ujar Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir, Senin (28/12) sore.

Oleh karena itu, dalam menghadapi liburan natal dan tahun baru, Kemenkes mencurigai akan terjadi kenaikan kasus lebih banyak lagi dan pihaknya harus mampu melakukan antisipasi untuk dapat menangani pasien Covid-19. Pihaknya mencatat, keterisian tempat tidur (BOR) di posisi 64,10 persen.

Ia menjelaskan, rumah sakit dengan pemanfaatan tempat tidur diatas 70 persen akan berdampak pada rumah sakit penuh dan ada pasien yang tidak bisa dirawat di rumah sakit. Kemudian, tenaga kesehatan akan kecapaian, kelelahan dan berdampak pada pelayanan kesehatan yang tidak optimal.

"Dan menyebabkan kematian menjadi tinggi," ujarnya.

Untuk mengantisipasi hal ini, Kemenkes berusaha meningkatkan kapasitas tempat tidur. Untuk itulah Kemenkes telah menerbitkan surat edaran kepada semua kepala dinas kesehatan di seluruh Indonesia dan direktur utama rumah sakit untuk melakukan penambahan tempat tidur sekitar 30 hingga 40 persen dari tempat tidur yang ada sekarang.

Pihaknya juga mengimbau masyarakat selama liburan panjang natal dan tahun baru untuk tidak melakukan perjalanan yang jauh. Sebab, dia melanjutkan, perjalanan jauh atau pergerakan massal masyarakat berdampak pada peningkatan kasus positif sebanyak 30-40 persen.

"Sehingga kalau tidak melakukan perjalanan jauh, tidak pulang kampung maka akan menurunkan tingkat kesakitan 30-40 persen," katanya.

 

photo
Covid-19 mutan ditemukan di Inggris - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement