Jumat 01 Jan 2021 05:20 WIB

Dokter Muslim Uighur Dipenjara 20 Tahun atas Tuduhan Teroris

Dokter muslim Uighur dipenjara selama 20 tahun atas tuduhan terorisme.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Muslim Uighur di Cina
Foto: Dokrep
Muslim Uighur di Cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gulshan Abbas (58 tahun), seorang dokter muslim Uighur, dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun atas tuduhan terorisme. Hal itu dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam konferensi pers pada Kamis (31/12).

"Gulshan Abbas telah dijatuhi hukuman oleh badan peradilan China sesuai dengan hukum yang berlaku karena terlibat dalam terorisme, membantu kegiatan teroris yang sangat mengganggu ketertiban sosial," kata Wenbin seperti dikutip dari laman TRT World pada Kamis (31/12).

Namun demikian Wenbin tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang dugaan kejahatan Abbas. Ia kemudian memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak mencampuri urusan Uighur.

"Kami mendesak politisi AS untuk menghormati fakta, berhenti membeberkan kebohongan untuk mencoreng nama baik China. Dan stop menggunakan masalah Xinjiang untuk mencampuri urusan dalam negeri China," tambah Wenbin.

 

Sementara itu, saudara perempuan Gulshan, Rushan Abbas yang tinggal di AS secara lantang terus mengkampanyekan pembebasan Gulshan. Dia mengatakan kepada komite Kongres AS jika kerabatnya itu dijatuhi hukuman penjara karena aktivitasnya yang vokal membela Uighur.

"Hari ini keluarga saya menerima berita buruk bahwa saudara perempuan saya, Dr Gulshan Abbas, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh rezim Tiongkok," demikian cicitan Rushan Abbas pada hari Rabu.

"Betapapun mengerikan mendengar penderitaannya yang tidak adil, saya harus berterima kasih atas dukungan yang begitu luar biasa dari kelompok hak asasi manusia,” tambah dia.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan sekitar satu juta orang Uighur dan minoritas Turki lainnya mendekam di kamp-kamp penahanan di wilayah Xinjiang barat laut China dalam kondisi seperti penjara. Meski Beijing membantah tuduhan tersebut dan mengatakan itu adalah "pusat pelatihan kejuruan."

Berbagai negara dan organisasi Barat, termasuk AS, Uni Eropa dan PBB juga telah mengkritik kebijakan China di Xinjiang ihwal dugaan praktik kerja paksa yang melibatkan Muslim Uighur. Khususnya, mereka menyoroti dugaan pelanggaran di dalam rantai pasokan tekstil, di mana kapas di Xinjiang dipanen dengan tenaga kerja paksa atau murah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement