Jumat 01 Jan 2021 05:30 WIB

Soal FPI, Waketum MUI Singgung Sila ke-4 Pancasila

Perbedaan pendapat diselesaikan dengan bermusyawarah supaya ditemukan permufakatan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agus Yulianto
Sekjen MUI, Anwar Abbas
Foto: Republika TV/Mauhammad Rizki Triyana
Sekjen MUI, Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas memberikan tanggapan terkait pembubaran organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI). Menurut dia, seharusnya musyawarah dikedepankan dalam menyelesaikan persoalan itu.

"Seharusnya perbedaan pendapat diselesaikan dengan bermusyawarah supaya bisa ditemukan permufakatan. Kalau enggak ketemu juga, bergeser ke pendekatan hukum, baru dibawa ke pengadilan. Enggak selesai juga, ada pendekatan keamanan. Nah ini kan langsung saja ke pendekatan hukum dan keamanan," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (31/12).

Anwar menilai, persoalan FPI ini sebetulnya karena berbeda pendapat dengan pemerintah. FPI, lanjutnya, juga bukan perampok ataupun koruptor. Namun, dia melihat, ada kesamaan antara FPI dan Presiden Joko Widodo.

"Kalau Jokowi revolusi mental, kalau HRS (Habib Rizieq Shihab) revolusi akhlak. Menurut saya, itu serupa. Meski ada perbedaan, bagi saya sama, cuma gayanya berbeda. Yang satu di pemerintahan, yang satu tidak. Niatnya sama, cara menyelesaikannya berbeda. Ketika kepentingannya beda, terjadilah perbedaan," paparnya.

Dalam kesempatan itu, Anwar menyinggung Sila ke-4 Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Karena itu, perlu ada dialog antara pihak pemerintah dan FPI.

"Sebagaimana dalam Pasal 28 UUD 45, itu kan ada kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul. Jadi bukan membubarkan. Tetapi ini kok dibubarkan, menurut saya, itu bertentangan dengan UUD 45, dengan konstitusi," ucapnya.

"Jadi kesimpulan saya, negara ini negara demokrasi tetapi lonceng kematian demokrasi sudah mulai terdengar. Mendengung. (Demokrasinya) belum mati, karena baru lonceng kematian. Sebelum mati harus dicegat, harus diobatin, bagaimana obatinnya, selesaikan perbedaan pendapat dengan bermusyawarah," imbuhnya.

Anwar juga mengingatkan, musyawarah itu sudah menjadi budaya bangsa. Apalagi Indonesia bukanlah negara otoriter. Dia pun mengajak pejabat pemerintah untuk membuka dirinya dan siap melakukan diskusi atau dialog.

"Bermusyawarah itu sudah jadi budaya bangsa kita, lalu kenapa itu ditinggalkan? Sekarang ini yang diperjuangkan adalah kepentingan mereka (politisi). Jadi menurut saya harus ada reorientasi dalam bidang politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement