Senin 11 Jan 2021 17:08 WIB

Mendag: Harga Kedelai Terus Naik Hingga Mei 2021

Selain naiknya permintaan China, distribusi kedelai dari Argentina juga terkendala.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menggelar konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin (11/1). Lutfi menyebut harga kedelai masih akan naik hingga akhir Mei karena sejumlah hal.
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menggelar konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin (11/1). Lutfi menyebut harga kedelai masih akan naik hingga akhir Mei karena sejumlah hal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memprediksi, harga kedelai akan terus menguat hingga akhir Mei 2021. Harga komoditas tersebut diprediksi mulai membaik pada Juni. 

Meski begitu Lutfi memastikan, stok kedelai di Tanah Air tetap tersedia selama tiga sampai empat bulan ke depan. "Memang hasil tanam pada 2021 dinyatakan baik. Brasil akan kembali berproduksi, mungkin lebih baik dari tahun sebelumnya," ujar Lutfi dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (11/1).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, harga kedelai masih di atas Rp 8.000 per kilogram (kg). Kementerian Perdagangan (Kemendag) kemudian menjadi penengah antara pengrajin tahu tempe dengan pasar. 

Kemendag, lanjut dia, akan membantu koperasi memberikan perkiraan harga wajar tahu dan tempe jelang akhir bulan. Ia menyebutkan, saat ini harga wajar tahu dan tempe sekitar Rp 15 ribu.

"Di kemudian hari ketika harga akan naik, kami akan umumkan ke pasar berapa harga wajar untuk tahu dan tempe," ujar dia. 

Ia menambahkan, mekanisme tata niaga kacang kedelai tidak lagi dipegang oleh Kemendag sejak 2013. Kemendag memastikan akan tetap mempelajari mekanisme itu.

Lutfi menyebutkan, ada beberapa penyebab harga kedelai naik. Di antaranya permintaan dunia yang tinggi terhadap kedelai. Sementara sisi pasokan dan logistiknya terganggu.

"Ada gangguan cuaca di Amerika Latin yang menyembabkan kondisi basah di Brasil dan Argentina. Di Argentina juga terjadi mogok, baik dari sektor distribusi maupun pelabuhan," kata Lutfi menjelaskan.

Ia turut memaparkan penyebab permintaan kedelai tinggi. Salah satunya karena peningkatan permintaan kedelai dari China yang digunakan sebagai pakan ternak. Permintaan kedelai China naik dari 15 juta ton menjadi 28 juta ton karena flu babi. 

Pada 2019 sampai 2020, China mengalami flu babi yang menyerang ternak babi mereka, kemudian seluruh ternak babi di China dimusnahkan. Kini mereka memulai lagi ternak babi berjumlah sekitar 470 juta.

"Hal itu, membuat permintaan kedelai China kepada Amerika Serikat (AS) naik dua kali lipat dalam waktu singkat," ucap Lutfi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement