Kamis 14 Jan 2021 07:24 WIB

KontraS : Pemerintah tak Bisa Paksakan Vaksinasi

Pemerintah tak Bisa Paksakan Vaksinasi

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Subarkah
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 di dalam cold storage Rumah Sakit Sipil, Ahmedabad, India, Selasa (12/1). India akan memulai program vaksinasi Covid-19 pada 16 januari dengan memprioritaskan sekitar 30 juta pekerja lini terdepan dan layanan kesehatan.
Foto: AP/Ajit Solanki
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 di dalam cold storage Rumah Sakit Sipil, Ahmedabad, India, Selasa (12/1). India akan memulai program vaksinasi Covid-19 pada 16 januari dengan memprioritaskan sekitar 30 juta pekerja lini terdepan dan layanan kesehatan.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti menekankan pemerintah tak bisa memaksakan vaksinasi pada masyarakat. Pemaksaan program vaksinasi Covid-19 dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Fatia menyampaikan pemaksaan vaksinasi Covid-19 sama sekali tidak menghiraukan prinsip consent (persetujuan) dalam HAM.

"Dimana pemerintah tidak boleh memaksakan tindakan medis tanpa consent dari pasien itu. Karena setiap individu berhak menentukan tindakan medis yang diterimanya yang disediakan pemerintah dan rumah sakit," kata Fatia pada Republika, Rabu (13/1).

Fatia meminta pemerintah sebaiknya memperbaiki pola komunikasi program vaksinasi ketimbang mengancam rakyat. Ia merasa wacana penjatuhan sanksi pada penolak vaksin Covid-19 tidaklah tepat.

"Dengan adanya ancaman tindak pidana dan kesimpangsiuran ini bisa diperjelas apakah vaksin sudah cukup aman termasuk buat orang-orang dengan penyakit tertentu dan bawaan," ujar Fatia.

Fatia menyebut sejumlah hal yang masih dipertanyakan terkait vaksin. Diantaranya apakah vaksin tidak bahaya pada anak-anak, sejauh mana dikajinya dan apakah informasi soal vaksin sudah seterang-terangnya diberitahukan pada masyarakat.

"Ini yang harus menjadi informasi utama yang merupakan kewajiban masyarakat agar mereka bisa menentukan berhak menolak atau menerima vaksin," ucap Fatia.

Fatia mengimbau pemerintah lebih fokus mengedukasi masyarakat tentang pembagian vaksin. Menurutnya, keraguan masyarakat terhadap vaksin sebenarnya lahir dari minimnya informasi yang diterima.

"Harusnya pemerintah punya kewajiban dan tidak sekonyong-konyong memberi hukuman yang enggak mau divaksin tapi harus dilihat ancaman dan efek samping vaksin apakah bisa aman untuk semuanya," tutur Fatia.

Sebelumnya, Anggota Komisi IX sekaligus politisi PDIP Ribka Tjiptaning Tyas mengklaim menjadi penolak pertama vaksin Covid-19. Padahal Presiden Joko Widodo yang satu partai dengan Ribka akan menerima suntikan vaksin Sinovac pada Rabu (13/1).

Ribka menyatakan pemberian vaksin pada seseorang tak bisa dipaksakan. Menurutnya, hal itu bisa saja melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

 

"Jangan main-main, saya yang pertama bilang saya menolak vaksin, kalau dipaksa ya pelanggaran HAM. Enggak boleh maksa begitu, makanya saya tanya (vaksin) ini yang katanya mau digratiskan?" kata Ribka dalam Raker dan RDP di Komisi IX DPR pada Selasa (12/1).  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement