Kamis 14 Jan 2021 23:20 WIB

Pendidikan Vokasi Dinilai Belum Mampu Menyiapkan Skill Siswa

Banyak guru takut melakukan perubahan dalam sistem belajar vokasi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sistem pendidikan di Indonesia dinilai masih mempertahankan budaya dan nilai usang yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Hal ini dikatakan pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal. Menurutnya, sistem tersebut juga masih diterapkan di pendidikan vokasi hingga saat ini.

Alhasil, masih banyak guru yang masih bekerja berdasarkan program atau kurikulum yang terlalu dominan pada standar. Bahkan, membuat banyak guru takut melakukan perubahan dalam sistem belajar vokasi.

Baca Juga

"Sekolah tidak menyiapkan skillset (keahlian) murid untuk dunia masa depan yang berubah sangat cepat. Tetapi sekolah saat ini masih mempertahankan nilai-nilai dan budaya sekolah sejak ratusan tahun lalu," kata Rizal belum lama ini.

Ia menuturkan, budaya standarisasi hanya memaksa anak didik untuk belajar hal yang sama dalam waktu yang sama dan dengan cara yang sama. Sistem pendidikan seperti ini, kata Rizal, tidak menjadikan anak didik berkembang. Sebab, tidak ada ruang bagi anak didik untuk mengembangkan talentanya sendiri.

"Standarisasi ini berpotensi membunuh kodrat dasar manusia yang unik dan beragam," tambahnya.

Rizal menjelaskan, pendidikan di Indonesia seolah menjadi barang komoditas yang menjadikan anak didik sebagai bahan baku. Anak didik, katanya, seperti diolah sedemikian rupa dalam mentalitas sistem yang linear dan harus mengikuti perintah.

"Sehingga anak dihargai hanya berdasarkan kepatuhan mengikuti prosedur yang menjadikan anak tidak punya otonomi dan kemandirian. Setiap tindakan siswa juga dikontrol oleh sistem sekolah," ujarnya.

Untuk itu, budaya pembelajaran yang berpusat pada guru harus diubah. Menurutnya, guru diharuskan berperan sebagai fasilitator dalam mendorong anak didiknya dalam proses belajar.

Termasuk mendorong anak didiknya untuk menemukan solusi terhadap permasalahan yang ada. "Guru fokus pada thinking dan reasoning, bukan di konten kurikulum," jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk tidak memerintah dan mengontrol sistem pendidikan yang bersifat administratif dan membebankan. Namun, kata Rizal, pemerintah tugasnya mengontrol iklim pendidikan yang memungkinkan adanya perubahan dalam sistem pendidikan.

"Berikan ruang bagi guru untuk menggunakan daya pikir, imajinasi dan kreativitas untuk berinovasi. Bukan tuntutan laporan-laporan yang harus dikumpulkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement