Jumat 15 Jan 2021 09:27 WIB

Trauma dan Penyakit Mental Kerap Dirasakan Pengungsi Suriah

Kesehatan mental dan fisik sangat bergantung satu sama lain.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Para pengungsi Suriah di kamp perbatasan dengan Lebanon sangat menderit di musim dingin.
Foto: unicef
Para pengungsi Suriah di kamp perbatasan dengan Lebanon sangat menderit di musim dingin.

IHRAM.CO.ID, BEIRUT – Amina Mohamad atau yang sering dipanggil Em Said merupakan salah seorang pengungsi Suriah yang tinggal di Kamp Pengungsi Bar Elias, Lebanon. Kehidupan di sana membawanya tenggelam dalam trauma masa lalu. Em Said mengalami gejala seperti menggigil dan pusing.

Kini, dia sudah tidak memiliki harta benda. Sisa uangnya diambil oleh mantan suaminya. Ibu yang memiliki dua anak laki-laki itu sekarang tinggal di tenda kecil yang rapuh tertiup angin. Dampak negatif dari traumanya memengaruhi dia dalam merawat dan menafkahi anak-anaknya. Sayangnya, perawatan terhadap gangguan mentalnya tidak selalu membantu karena terhambat dari biaya dan stigma budaya.

Para peneliti mencoba untuk mengatasi hal tersebut dengan mengeksplorasi korelasi antara kesehatan mental dan fisik. Saat ini, organisasi telah mengisi celah dalam perawatan kesehatan mental dengan memberikan bantuan dan kegiatan masyarakat yang diketahui dapat meredakan beberapa gejala trauma.

Kesehatan mental dan fisik sangat bergantung satu sama lain. Semakin banyak mereka dipelajari, semakin rumit diungkapkan. Stres kronis dapat meningkatkan risiko penyakit dan secara bersamaan, sistem kekebalan yang tidak berfungsi dapat memperburuk kesehatan mental. Penelitian telah menunjukkan pengungsi Suriah dari segala usia memiliki peluang tinggi untuk menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi, dan kecemasan. Menurut sebuah penelitian baru-baru ini, setiap sepuluh pengungsi, tiga mungkin menderita depresi, empat akan mengalami kecemasan, dan hampir setengahnya mengalami PTSD.

 

Arash Javanbakhth telah bekerja dengan populasi pengungsi di Amerika Serikat sebagai direktur klinik penelitian stres, trauma, dan kecemasan (STARC) di Universitas Wayne di Dearborn, Michigan. Dia telah memimpin banyak penelitian yang mengevaluasi kesehatan mental para pengungsi dan mengatakan risiko penyakit terkait trauma sangat tinggi. Para dokter dan peneliti mencoba menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental bagi para pengungsi yang bermukim di AS.

Dilansir Al Arabiya, Kamis (14/1), stress kronis dapat menekan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan peradangan sehingga meningkatkan risiko dan penyakit. Penelitian baru menunjukkan peradangan juga dapat memperburuk masalah kesehatan mental.

Bagi Amina yang menderita sindrom iritasi usus besar dan sejumlah komplikasi kesehatan lain, efek fisiologis dari trauma sangat nyata. Kebutuhan akan perawatan untuk kondisi fisiknya terlihat jelas, tetapi perawatan untuk kesehatan mentalnya juga tak kalah penting.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement