Selasa 19 Jan 2021 08:57 WIB

Islam di Jawa: Dari Haji, Perubahan Sosial, dan Politik

Pemahaman orang Jawa terhadap Islam terjadi perubahan yang dahsyat

Sosok santri Jawsa di masa lalu.
Foto: Republika.co.id
Sosok santri Jawsa di masa lalu.

IHRAM.CO.ID, -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Agak susah memang membayangkan perubahan yang dahsyat dalam penglamanan batin masyarat Islam di Jawa masa kini. Keadaanya sudah sangat jauh berbeda. Dan ini sempat disinggung mendiang sejarawan MC Rickles bahwa masyarakat Jawa kini sudah sangat dalam di dalam merasuk agama Islam, dan sepertinya sudah tertutup kemungkinan untuk kembali ke era sebelumnya.

Dalam kajian perkembangan Islam masa kini banyak disebutkan berkat hadirnya modernisasi dalam berdakwah. Hal ini salah satunya seiring dengan maraknya media elektronik. Dahulu mempunya radio adalah sebuah kemewahan yang tidak dapat dinikmat oleh rakyat biasa, tapi kemudian radio menjadi barang yang lumrah.

Lewat dakwah Islam menggunakan menggunakan media ini cukup berhasil. Kemudian di masa berikutnya media televisi, dan kini media internet yang sangat mudah di dapat melalui sarana yang bernama handphone (Hp).

Jejak ini misalnya salah satunya ada di wilayah Piyungan, dekat Yogyakarta yang menuju arah Gunung Kidul. Di sana tak terbayangkan kampung itu menjadi motor penggerak Islam. Lembaga pendidikan, kesehatan, hingga keuangan berdiri di sana. Kampung ini yang dikenal akrab dengan perantau yang giat berjualan bakso ini berubah sangat kontras.

‘’Sampai ditahun awal 1980-an, ketika kami mengadakan pawai obor Takbiran menyambut lebaran. Dan pawai sering dilempari penduduk. Tapi situasi ini berubah hanya dalam jangka waktu tak sampai sepuluh tahun. Ini tentu saja berkat cara berdakwah aktivis mahasiswa Islam yang menarik. Jadi jangan heran kalau di wilayah Gunung Kidul yang dahulu di kenal abangan, kini sudah menjadi wilayah santri. Bahkan bupatinya sempat seorang perempuan yang bergelar haji dan berkerudung. Perubahan luar biasa,’’ kata seorang aktivis Islam di Piyungan dalam sebuah perbincangan beberapa tahun lalu.

Adanya fakta ini, sangat berbalikan dengan kenyataan kisah Islam di Jawa pada 1950-an. Dalam bukunya ‘Mengislamkan Jawa’ MC Ricklefs mengisahkan betapa kontrasnya situasi masa kini dengan masa lalu itu.

Ricklefs menyatakan berdasarkan kajian dari amatan pada hasil pemilu umum 1955 diketahui masyarakat santri merupakan minoritas. Bahkan, hanya 10 dan 40 persen masyarakat Jawa merupakan kaum santri yang saleh dan taat. Sementara pada pertengahan 1950-an sekitar 60-90 persennya adalah kaum abangan.

‘’Sampai akhir buku ini ditulis (Mengislam Jawa,red) kita memang masih belum memiliki hasil survey sosial yang benar-benar terpercaya, tetapi  kita akan melihat bahwa persentase tersebut (kini) berbalik, dan aliran (abangan) sendiri menemui akhirnya dan terkubur sebagai sebuah fenomena politik,’’ tulis MC Ricklefs.                                         

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement