Rabu 20 Jan 2021 04:50 WIB

Kisah Empat Orang Beda Keyakinan Tinggal dalam Satu Atap

Empat orang berbeda agama akan tinggal dalam satu atap demi sebuah penelitian

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Tokoh Agama (ilustrasi)
Foto: change.org
Tokoh Agama (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, LOS ANGELES -- Empat orang berbeda agama akan tinggal dalam satu atap demi sebuah penelitian. Mereka adalah Hadar Cohen (Yudaisme), Ala Khan (muslim), Maya Mansour (Baha'i) dan Jonathan Simcosky (kristen).

Dilansir dari Religion News, Jumat (15/1), mereka pindah hanya dalam beberapa pekan sebelum virus corona mewabah. Saat ini, mereka telah secara resmi menyelesaikan misi mereka pada Ahad (10/1). Mereka berbagi pengalaman dan pelajaran yang didapat selama tinggal bersama kawan dengan keyakinan yang berbeda.

Mereka tinggal di rumah yang disebut Rumah Abraham. Rumah tersebut didirikan oleh Mohammed Al Samawi, seorang pria Muslim dari Yaman. Ia mendirikan Rumah Abraham untuk menghilangkan teori konspirasi dan mengubahnya jadi tempat kerja sama antaragama demi menghilangkan misinformasi dan stereotip.

"Visinya untuk proyek ini adalah membuat orang-orang dari agama yang berbeda tidak hanya merayakan persamaan dan perbedaan mereka, tetapi juga berbicara tentang kebenaran, hanya kebenaran, bukan teori konspirasi, kata Al Samawi dilansir dari Religion News, Jumat (15/1).

Di dalam rumah Abraham, mereka akan menyesuaikan diri dengan aturan dan praktik keagamaan masing-masing.

"Kami telah diberi kesempatan untuk menunjukkan satu sama lain dalam solidaritas," kata Mansour, dari agama Baha'i.

Mereka bercerita tentang kesulitan-kesulitan di awal, saat mereka berhadapan dengan perayaan Paskah, Ramadhan, Ridvan, dan Perayaan Baha'i di tengah karantina dan tanpa komunitas masing-masing.

Bagi Simcosky, editor buku yang beragama Kristen, dengan pengalaman di rumah abraham telah menjadi pembuka wawasan yang kuat. Begitu pula Cohen yang merasa kebersamaan dalam satu rumah telah memberi kesempatan untuk mengenal satu sama lain dan mempelajari apa yang penting.

Khan, seorang pembuat film yang beragama Islam mengatakan rekan-rekannya tidak hanya mempelajari konteks sejarah, tetapi juga bagaimana mereka terhubung dengan masing-masing agama dan praktik ibadahnya dan dan bagaimana hal itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

"Itu terasa sangat istimewa dan sangat penting karena tidak ada satu agama yang monolitik. Ada keragaman dalam agama," kata Khan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement