Rabu 20 Jan 2021 19:47 WIB

Vaksin Mandiri: Bukan Prioritas, Beda Merek, Berpayung Hukum

"Vaksin gratis adalah prioritas, vaksin mandiri juga diperlukan," kata Erick Thohir.

Petugas memasukan vaksin Covid-19 ke suntikan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Jakarta, Rabu (20/1). Sebanyak 2.630 tenaga kesehatan di RSD Wisma Atlet Kemayoran menjalani vaksinasi COVID-19 secara bertahap. Vaksinasi terhadap para tenaga kesehatan ini diprioritaskan karena mereka bersinggungan langsung dengan pasien.  Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas memasukan vaksin Covid-19 ke suntikan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Jakarta, Rabu (20/1). Sebanyak 2.630 tenaga kesehatan di RSD Wisma Atlet Kemayoran menjalani vaksinasi COVID-19 secara bertahap. Vaksinasi terhadap para tenaga kesehatan ini diprioritaskan karena mereka bersinggungan langsung dengan pasien. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Intan Pratiwi, Muhammad Nursyamsi

Pemerintah menyatakan, selain program vaksin Covid-19 secara gratis, pengadaan vaksin mandiri juga diperlukan. Namun, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan, bahwa vaksin Covid-19 secara mandiri bukan prioritas pemerintah.

Baca Juga

"Tentu vaksin mandiri bukan prioritas, vaksin gratis adalah prioritas yang diutamakan. Tetapi itu tidak menutup mata juga vaksin mandiri ini juga diperlukan," ujar Menteri Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (20/1).

Erick mengatakan, pihaknya telah melakukan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk DPR dan kementerian terkait jika wacana vaksin mandiri diberlakukan. Erick memberikan beberapa catatan.

"Kalau sampai nanti kita ditugasi vaksin mandiri, tentu seperti arahan dari pimpinan dan Komisi VI, ada beberapa catatan, yakni vaksinnya berbeda jenis. Jadi supaya yang gratis dan mandiri tidak tercampur jadi merek vaksinnya berbeda," kata Erick.

Kemudian, lanjut dia, waktu pemberian vaksin mandiri dilakukan setelah 1-2 bulan vaksin gratis dilaksanakan. Dan ada payung hukum yang jelas.

"Kami tinggal menerapkan saja, apakah memang ditugaskan nanti vaksin mandiri bisa berjalan atau tidak, tapi dengan catatan-catatan tadi yang sudah disampaikan. Kami siap melaksanakan," ucapnya.

Terlepas dari wacana vaksin mandiri, Erick menyampaikan bahwa kapasitas produksi vaksin Biofarma dapat mencapai 250 juta dosis vaksin.

"Apakah produksi Biofarma ini sudah standar internasional untuk Covid-19, alhamdulilah juga lulus," ucapnya.

Ia menyampaikan, untuk kapasitas produksi sebanyak 100 juta dosis telah mendapatkan sertifikasi dari BPOM. Sisanya, sebanyak 150 juta dosis ditargetkan dapat segera tersertifikasi dalam dua bulan ke depan.

"Sehingga 250 juta kapasitas untuk vaksin yang diproduksi Biofarma sudah mempunyai sertifikat," katanya.

Wacana pengadaan vaksin mandiri awalnya diungkapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada 15 Januari lalu. Ia mengatakan, vaksin mandiri ditujukan untuk perusahaan, dengan syarat untuk semua karyawannya bukan hanya untuk direksi dan jajaran atas perusahaan saja.

"Namun itu belum final. Masih dalam diskusi. Kami terbuka untuk diskusi karena objektif kami adalah vaksinasi sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, dan semurah-murahnya," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR yang diikuti melalui akun Youtube DPR RI di Jakarta, Kamis (15/1).

Budi mengatakan, pihaknya sudah berbicara dengan beberapa menteri lain tentang kemungkinan vaksinasi secara mandiri di luar vaksinasi yang diprogramkan pemerintah. Menurut Budi, yang harus diperhatikan dari vaksinasi mandiri tersebut adalah jangan sampai muncul narasi di masyarakat bahwa yang memiliki uang dan bisa membeli mendapatkan vaksinasi lebih cepat.

"Karena itu, jangan sekarang. Vaksinasi mandiri nanti saja setelah vaksinasi wajib untuk tenaga kesehatan dan pekerja publik sudah diberikan. Jangan langsung di depan," kata Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement