Senin 25 Jan 2021 17:18 WIB

Epidemiolog: Jangan Jadikan Vaksin Sebagai Subjek Ekonomi

Epidemiolog menentang keinginan kalangan pengusaha ikut berjualan vaksin Covid-19.

Rep: Haura Hafizhah, Idealisa Masyrafina, RIzky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac di Rumah Sakit (RS) Umum Pusri Palembang, Sumatera Selatan, Senin (25/1/2021). Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 181,5 juta rakyat Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 sebelum tahun 2021 berakhir.
Foto: ANTARA/Nova Wahyudi
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac di Rumah Sakit (RS) Umum Pusri Palembang, Sumatera Selatan, Senin (25/1/2021). Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 181,5 juta rakyat Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 sebelum tahun 2021 berakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menanggapi keinginan kalangan pengusaha lewat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menjual vaksin untuk para pengusaha yang berminat untuk vaksinasi mandiri. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dan menimbulkan diskriminasi.

"Vaksin hak semua masyarakat dan harus dijamin pemerintah ketersediaanya. Tapi kalau ada opsi vaksinasi mandiri itu. Jelas, hal tersebut bertentangan dan pastinya akan berdampak kontraproduktif. Jangan jadikan vaksin sebagai subjek ekonomi," katanya saat dihubungi Republika, Senin (25/1).

Baca Juga

Kemudian, ia menjelaskan strategi vaksinasi di situasi pandemi harus mengacu pada asas yang universal. Adapun tiga asas yaitu, pertama vaksinnya harus gratis, kedua voluntary atau sukarela dan ketiga tidak diskriminasi. Artinya, dalam asas tersebut jangan sampai vaksin ini disalahgunakan apalagi sebagai barang ekonomi.

Dicky melanjutkan, awalnya banyak negara yang akan merencanakan vaksinasi mandiri tersebut. Tentunya hal ini menguntungkan bagi para pengusaha. Namun, hal tersebut banyak ditentang dan akhirnya tidak berhasil.

"Jadi, setiap strategi tuh harus ada argumentasi ilmiahnya jangan asal.  Seperti harus ada masukkan dari para ahli. WHO sendiri pun sudah menegaskan kalau vaksinasi ini harus ada prioritas mana yang deluan seperti tenaga kesehatan, yang memiliki komorbid dan lanjut usia. Saya tidak mengerti itu vaksinasi mandiri dasarnya apa," kata dia.

Ia menambahkan di tengah pandemi seperti ini seharusnya pemerintah berpikir bagaimana caranya masyarakat seluruh daerah di Indonesia mendapatkan vaksinasi secara gratis tanpa dipungut biaya apa pun.

"Bukan malah jualan. Ini berbahaya loh jadi yang dapat vaksin hanya yang punya uang sedangkan yang tidak bagaimana? pemerintah harus berpikir jangan asal bertindak," kata dia.

Epidemiolog asal Universitas Indonesia, Pandu Riono juga menolak tegas wacana vaksinasi mandiri yang digaungkan baru-baru ini. Dokter Pandu mengingatkan vaksin semestinya diberikan tanpa pembebanan biaya pada rakyat.

"Tidak boleh ada perdagangan vaksin di masa pandemi. Vaksinasi harus gratis," ucap Pandu.

Dikutip dari laman detik.com, Ahad (24/1), Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Rosan Roeslani mengungkap minat kalangan pengusaha untuk menjual vaksin mandiri ke publik. Namun, ketika dikonfirmasi oleh Republika, Senin (25/1), Rosan mengelak untuk membahas mengenai keinginan pengusaha ikut menjual vaksin Covid-19 kepada publik.

Padahal, sebelumnya Rosan menyebutkan bahwa pengusaha tertarik untuk menjual vaksin ke publik karena ia yakin banyak yang akan membeli vaksin mandiri agar bisa segera divaksin.

"Kita fokus di vaksin mandiri untuk karyawan dan pekerja dulu," kata Rosan hari ini.

photo
Kelompok Prioritas Vaksinasi Covid-19 - (republika/mardiah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement