Rabu 27 Jan 2021 21:56 WIB

Kemenristek Kembangkan Alat Pengukur Antibodi Usai Divaksin

Alat pengukur kadar antibodi itu dinilai penting untuk mendukung program vaksinasi

Seorang petugas kesehatan menerima satu dosis vaksin COVID-19 Sinovac di Medan, Sumatera Utara, 27 Januari 2021.
Foto: EPA-EFE/Dedi Sinuhaji
Seorang petugas kesehatan menerima satu dosis vaksin COVID-19 Sinovac di Medan, Sumatera Utara, 27 Januari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun ini mengembangkan alat pengukur kadar antibodi dari seseorang yang telah mengikuti vaksinasi Covid-19.

"Untuk vaksinasi rencananya kami akan mendukung program vaksinasi melalui upaya atau menghasilkan kit untuk mengukur kadar antibodi baik sebelum maupun sesudah divaksin," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi Nasional 2021, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (27/1).

Baca Juga

Menristek Bambang mengatakan penting untuk mengetahui apakah setelah diberikan vaksin, antibodi muncul, dan apakah setelah enam bulan atau satu tahun divaksin antibodi masih. Jika didapati antibodi sudah tidak ada lagi setelah periode tertentu setelah diberi vaksin, maka itu berarti perlu melakukan vaksinasi ulang sehingga menjaga keberlanjutan terbentuknya antibodi melawan Covid-19.

"Kalau tidak ada (antibodi) tentunya harus ada revaksinasi atau booster yang dibutuhkan dan itu hanya bisa ketahuan istilahnya kalau kita mengembangkan test kit-nya itu dan itu yang sedang dikembangkan di lingkungan Kemristek/BRIN," ujarnya.

Pengembangan alat pengukur kadar antibodi tersebut dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Alat pengukur kadar antibodi itu dinilai penting untuk mendukung program vaksinasi dan penanganan Covid-19.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement