Kamis 28 Jan 2021 15:10 WIB

Blinken Tetap Tunjuk Khalilzad Sebagai Utusan di Afghanistan

Khalilzad memiliki peranan penting untuk mendorong terciptanya perdamaian di sana.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Antony Blinken.
Foto: EPA-EFE/SHAWN THEW
Antony Blinken.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Rabu (27/1) meminta Duta Besar Zalmay Khalilzad untuk tetap menjabat sebagai perwakilan khusus AS dalam upaya perdamaian Afghanistan.  Khalilzad memainkan peranan cukup vital.

"Ya kita punya. Kami telah memintanya untuk melanjutkan pekerjaan vital yang dia lakukan selama pemerintahan Donald Trump," ujar Blinken.

Blinken juga mengatakan bahwa kesepakatan yang dicapai AS setahun lalu dengan gerakan oposisi Taliban saat ini sedang dipelajari oleh pemerintahan Biden yang baru. "Salah satu hal yang perlu kami pahami adalah apa yang sebenarnya ada dalam perjanjian yang kami capai antara Amerika Serikat dan Taliban untuk memastikan bahwa kami sepenuhnya memahami komitmen yang telah dibuat Taliban serta komitmen apa pun yang telah kami buat," kata Blinken dikutip laman Sputnik, Kamis (28/1).

Kesepakatan tersebut memulai proses rekonsiliasi intra-Afghanistan. Dengan kesepakatan tersebut, AS akan mengurangi kehadiran militernya di Afghanistan menjadi 2.500 personel.

Seperti dilansir laman Gandhara, Khalilzad merupakan seorang ilmuwan politik yang lahir di Afghanistan. Dia adalah seorang diplomat veteran yang menjabat sebagai duta besar AS untuk PBB dan sebagai duta besar AS untuk Irak dan Afghanistan di bawah mantan Presiden George W. Bush.

Mantan Presiden Donald Trump, yang ingin mengakhiri perang terpanjang di Amerika, menugaskan Khalilzad untuk bernegosiasi dengan Taliban. Upaya itu memuncak dengan penandatanganan kesepakatan AS-Taliban di Qatar pada 29 Februari.

Pemerintah Taliban dan Kabul memulai negosiasi di Doha, Qatar, pada September. Namun kekerasan terus berlanjut di negara itu.

Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan (AIHRC) mengatakan pada 27 Januari bahwa pembunuhan warga sipil meningkat menjadi hampir 3.000 tahun lalu. Hal ini mengancam perundingan yang bertujuan untuk mengakhiri konflik selama beberapa dekade.

AIHRC mengatakan dalam laporan tahunannya bahwa 2.958 warga sipil tewas pada tahun 2020. Itu meningkat dari 2.817 warga sipil yang terbunuh pada tahun sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement