Selasa 02 Feb 2021 13:21 WIB

Akibat Pandemi, Laba Bank Susut Hingga 40 Persen

Kontraksi laba paling dalam terjadi pada Bank BUMN.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan sepanjang 2020 penurunan laba perbankan berkisar antara 30 persen sampai 40 persen.
Foto: Antara/Humas OJK
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan sepanjang 2020 penurunan laba perbankan berkisar antara 30 persen sampai 40 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan sepanjang 2020 penurunan laba perbankan berkisar antara 30 persen sampai 40 persen sesuai besaran lembaga keuangan masing-masing. Hal ini imbas dari pandemi Covid-19 selama setahun terakhir.

Baca Juga

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengaku telah memperkirakan penurunan laba perbankan akibat restrukturisasi kredit saat pandemi Covid-19. Kontraksi laba paling dalam terjadi pada Bank BUMN yang terkontraksi minus 50,07 persen.

"Ini sejalan dengan proporsi restukturisasi kredit dimana yang tertinggi yaitu Bank BUMN sebesar 30,63 persen," kata Wimboh saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Senin (1/2).

Berdasarkan klasifikasi bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU), pertumbuhan laba bersih BUKU 1 dan BUKU 4 terkontraksi paling dalam masing-masing minus 56,5 persen dan minus 37,14 persen.

"Penurunan suku bunga dan permintaan kredit menyebabkan NIM perbankan turun, sehingga pertumbuhan laba bersih bank 2020 terkontraksi minus 33,08 persen, tingkat ROA juga turun," ucap Wimboh.

Ia mengungkapkan, saat ini angka restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp 971 triliun atau sekitar 18 persen dari total kredit. Wimboh menyebut program tersebut juga telah menjangkau sekitar 7,6 juta debitur baik UKM dan korporasi.

Sedangkan kebijakan restrukturisasi pembiayaan di perusahaan pembiayaan per 25 Januari 2021 senilai Rp 191,58 triliun dari lima juta kontrak pembiayaan yang telah disetujui.

"Dalam hal dilakukan restrukturisasi berulang selama periode relaksasi, debitur tidak dikenakan biaya yang tidak wajar atau berlebihan," ucap Wimboh.

Ke depan OJK bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga menyiapkan kebijakan strategis untuk mendorong bisnis perbankan salah satunya penyaluran kredit. 

"Kredit akan kembali pulih diiringi dengan pemulihan ekonomi nasional," ucap Wimboh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement