Rabu 03 Feb 2021 17:34 WIB

Menag Sebut Kasus SMKN 2 Padang Hanya Fenomena Gunung Es

SKB diterbitkan untuk mengajarkan perdamaian dan menghargai perbedaan di sekolah.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
SMK Negeri 2 Padang saat ini sedang jadi sorotan karena pro-kontra aturan siswi memakai jilbab yang kemudian viral di media sosial. (ilustrasi)
Foto: Republika/Febrian Fachri
SMK Negeri 2 Padang saat ini sedang jadi sorotan karena pro-kontra aturan siswi memakai jilbab yang kemudian viral di media sosial. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, adanya kasus-kasus yang mengarah kepada intoleransi beberapa waktu lalu di salah satu sekolah negeri di Padang hanya merupakan fenomena gunung es. Data-data yang dimiliki pemerintah, masih banyak sekolah negeri yang memaksa atau melarang penggunaan atribut keagamaan.

Oleh karena itu, kata Menag, SKB soal Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah mendorong untuk mengajarkan perdamaian dan menghargai perbedaan. Yaqut mendorong agar seluruh masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah selalu mencari titik persamaan di antara perbedaan yang dimiliki.

Baca Juga

"Tentu dengan cara bukan memaksakan supaya sama, tapi bagaimana masing-masing umat beragama ini memahami ajaran-ajaran agamanya secara substantif, bukan sekadar simbolik," kata dia, dalam telekonferensi, Rabu (3/2).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah. SKB ini menegaskan, sekolah negeri dilarang memaksa atau melarang penggunaan atribut keagamaan pada seragam guru dan murid.

Menurut Yaqut, yang paling penting bukan kepada penggunaan atribut, namun pengetahuan agama secara substantif. Selain itu, indikator keberhasilan moderasi beragama adalah toleransi.

"Toleransi itu menghormati perbedaan, memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan. Mengekspresikan keyakinan dan menyampaikan pendapat," kata dia lagi.

Lebih lanjut, di dalam SKB Tiga Menteri (Kemenag, Kemendikbud, dan Kemendagri) ini, Kemenag berperan sebagai pendamping pemerintah daerah. Kemenag memberikan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemerintah daerah. Kemenag juga dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian atau penghentian sanksi kepada Kementerian Dalam Negeri terkait pelaksanaan SKB ini.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, toleransi dalam keberagaman harus terus didorong. Sekolah seharusnya juga membangun wawasan sikap dan karakter pendidik dan tenaga kependidikan.

"Tujuan penerbitan SKB ini bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara," kata Tito.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, di dalam SKB ini, para murid serta orang tua dan guru tenaga kependidikan adalah pihak yang berhak memilih penggunaan seragam. Baik itu seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau dengan kekhususan agama.

Pihak selain individu tersebut tidak diperkenankan membuat peraturan yang memaksa penggunaan atau pelarangan terhadap atribut keagamaan. Kemendikbud memberikan waktu kepada pemerintah daerah  dan kepala sekolah untuk mencabut semua aturan yang mewajibkan atau melarang seragam atribut keagamaan sesegera mungkin.

Nadiem menjelaskan, waktu yang diberikan kepada pemerintah daerah dan sekolah untuk mencabut peraturan tersebut adalah paling lama 30 hari. SKB ini dilakukan di seluruh sekolah negeri kecuali Provinsi Aceh.

"Para peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan perundang-undangan Aceh," kata Nadiem.

photo
Tips memilih sekolah swasta. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement