Selasa 09 Feb 2021 16:39 WIB

Uni Eropa Lanjut Konferensi Donor Internasional untuk Suriah

Konferensi donor internasional kelima untuk Suriah akan digelar akhir Maret.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Yudha Manggala P Putra
Para pengungsi Suriah di kamp perbatasan dengan Lebanon sangat menderit di musim dingin.
Foto: unicef
Para pengungsi Suriah di kamp perbatasan dengan Lebanon sangat menderit di musim dingin.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa akan menggelar konferensi donor internasional kelima untuk Suriah. Kegiatan yang kali ini berlangsung virtual itu dijadwalkan diselenggarakan pada 29-30 Maret mendatang.

"Uni Eropa akan terus memobilisasi semua alat yang dimilikinya untuk mendukung rakyat Suriah, untuk akhirnya mencapai solusi politik yang dinegosiasikan dan membantu menciptakan kondisi untuk masa depan yang lebih cerah bagi semua warga Suriah," kata Komisi Eropa dalam sebuah pernyataan pada Senin (8/2), dikutip laman Middle East Monitor.

Dalam konferensi keempat yang digelar di Brussels pada Juni tahun lalu, donor internasional mengikrarkan dana sebesar 6,9 miliar euro untuk mendukung pengungsi Suriah dan negara yang menampungnya. Turki merupakan negara yang paling banyak menampung pengungsi Suriah.

Ankara memberikan perlindungan internasional kepada hampir 4 juta warga Suriah. Turki dan Uni Eropa pun sempat terlibat perselisihan perihal dana bantuan. Pada 2019, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sempat mengancam akan membuka kembali jalur pengungsi Suriah menuju Eropa jika negaranya tidak mendapatkan bantuan internasional yang memadai.

Ancaman serupa sempat yang dilayangkan Erdogan pada tahun yang sama. Kala itu terdapat wacana bahwa Uni Eropa akan melabeli operasi militer Turki di Suriah sebagai invasi . “Hei Uni Eropa, bangun. Saya katakan lagi, jika Anda mencoba membingkai operasi (militer) kami di sana (Suriah) sebagai invasi, tugas kami sederhana, kami akan membuka pintu dan mengirim 3,6 juta migran kepada Anda,” kata Erdogan dalam sebuah pidato pada 10 Oktober 2019.

Suriah telah dilanda perang sipil sejak 2011. Menurut PBB konflik tersebut sudah menyebabkan ratusan ribu orang terbunuh dan lebih dari 10 juta lainnya mengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement