Sabtu 13 Feb 2021 20:47 WIB

Menag: Jangan Gegabah Menilai Seseorang Radikal

Stigma atau cap negatif seringkali muncul karena terjadinya sumbatan komunikasi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Menag: Jangan Gegabah Menilai Seseorang Radikal. Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Foto: Republika
Menag: Jangan Gegabah Menilai Seseorang Radikal. Menag Yaqut Cholil Qoumas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta semua pihak untuk tidak mudah memberikan label radikal kepada seseorang atau kelompok. Penyematan predikat negatif tanpa dukungan data dan fakta yang memadai berpotensi merugikan pihak lain. 

"Kita harus seobjektif mungkin dalam melihat persoalan, jangan sampai gegabah menilai seseorang radikal," kata Menag melalui pesan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (13/2).

Ia mengatakan, stigma atau cap negatif seringkali muncul karena terjadinya sumbatan komunikasi. Untuk itu, menciptakan pola komunikasi yang cair dan dua arah adalah sebuah keniscayaan, lebih-lebih di era keterbukaan informasi saat ini. 

Ia menilai, stigma radikal juga bisa jadi muncul karena seseorang kurang memiliki informasi dan data yang memadai terhadap sikap atau perilaku orang lain. "Dengan asumsi itu, maka klarifikasi atau tabayun adalah menjadi hal yang tak boleh ditinggalkan dalam kerangka mendapat informasi valid,” ujarnya.

Menag menerangkan, dengan model tabayun ini, maka hakikatnya seseorang atau kelompok juga akan terhindar dari berita palsu atau hal-hal yang bernuansa fitnah. Untuk itu, Menag mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengutamakan komunikasi yang baik dan menempuh cara klarifikasi jika terjadi sumbatan masalah. 

Jika pola ini diterapkan, Menag optimistis, segala polemik berkepanjangan atau kekisruhan yang seringkali muncul dan merugikan bangsa ini bisa dicegah. Menag juga menegaskan bahwa dirinya tidak setuju jika seseorang langsung dikatakan radikal. 

"Kritis beda dengan radikal. Berpolitik memang bisa jadi pelanggaran seorang ASN. Namun soal lontaran kritik sah-sah saja sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang," jelas Menag.

Menag menegaskan, terkait dugaan pelanggaran Din Syamsuddin yang statusnya masih sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sebenarnya telah jelas ada regulasi yang mengaturnya. Prosedur penyelidikan pun telah diatur secara komprehensif oleh negara, antara lain melalui inspektorat maupun Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Dengan dasar tersebut, Menag berharap, semua pihak untuk mendudukkan persolan ini dengan proporsional. "Persoalan disiplin, kode etik dan kode perilaku ASN sudah ada ranahnya. Namun, jangan sampai kita secara mudah melabeli Pak Din radikal dan sebagainya,” tegas Menag.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement