Selasa 16 Feb 2021 14:55 WIB

Dalil Kelemahan Fisik tak Menggugurkan Ibadah Haji

Kesehatan fisik bukan merupakan syarat yang mewajibkan haji.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Dalil Kelemahan Fisik tak Menggugurkan Ibadah Haji (ilustrasi).
Foto: Mahmud Muhyidin
Dalil Kelemahan Fisik tak Menggugurkan Ibadah Haji (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kemampuan (istithah) fisik menjadi modal utama bagi calon jamaah haji dapat menjalankan ibadah haji. Karena hampir semua ibadah haji dilakukan dengan fisik mulai dari awal sampai akhir.

Ustaz Ahmad Sarwat Lc. MA mengatakan, yang dimaksud dengan mampu secara fisik minimal adalah orang tersebut punya kondisi kesehatan prima. Mengingat bahwa ibadah haji sangat membutuhkan fisik yang cukup berat.  

"Apalah arti punya bekal makanan selama perjalanan, atau punya unta bahkan pesawat terbang, kalau badannya lumpuh, sakit atau lemah?" kata Ustaz Ahmad Sarwat dalam bukunya Ibadah Haji Syarat-Syarat.

Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat, apakah orang yang sakit menjadi gugur kewajiban hajinya? 

 

Dalam pandangan Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, kewajiban haji itu terkait erat dengan kesehatan fisik, di mana ketika seseorang berada dalam keadaan sakit, gugurlah kewajiban haji atasnya. Dalil yang mereka pakai adalah sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 97. "Buat orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah."

Maka orang yang kondisi fisiknya lemah, sakit-sakitan, lumpuh, termasuk orang yang sudah tua renta dan orang buta, semuanya tidak dibebankan kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji. Dan kewajiban menunaikan ibadah haji baru akan dibebankan manakala dirinya telah sembuh dari penyakitnya.

"Sehingga apabila seorang yang sakit belum melaksanakan ibadah haji meninggal dunia, di akhirat dia tidak harus mempertanggung-jawabkannya," katanya.

Sebaliknya, Mazhab Asy-syafi'iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa kesehatan fisik bukan merupakan syarat yang mewajibkan haji, tetapi syarat untuk berangkat dengan fisiknya sendiri. Padahal haji bisa dikerjakan oleh orang lain, atas biaya yang diberikan. 

Artinya, bila kondisi kesehatan seseorang tidak memungkinkan untuk berangkat haji sendiri, kewajiban haji tidak gugur. Karena dia tetap masih bisa mengupah orang lain untuk menunaikan ibadah haji atas nama dirinya. 

Dalill yang digunakan oleh mazhab ini adalah karena Rasulullah SAW menjelaskan tentang maksud istitha'ah (mampu) adalah sebatas seseorang memiliki bekal (az-zzad) dan tunggangan (ar-rahilah). Dan beliau SAW tidak menyebutkan urusan kesehatan, sehingga kondisi seseorang dalam keadaan sehat atau tidak sehat, tidak ada pengaruhnya dalam kewajiban melaksanakan ibadah haji. 

"Seseorang bertanya,"Ya Rasulallah, apa yang dimaksud dengan sabil (mampu pergi haji) ?". Beliau menjawab,"Punya bekal dan tunggangan. (HR. AL-Hakim dan Al-Baihaqi).

Sehingga orang yang sakit tetapi punya bekal dan tunggangan, tetap wajib menunaikan ibadah haji meski dengan  mengutus orang lain untuk badal atau pengganti. Kita mengenalnya  dengan istilah badal haji.

"Intinya, kewajiban haji tidak gugur  meski seseorang tidak kuat secara fisik,  selama dia punya harta benda untuk  membiayai orang lain haji," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement