Sabtu 20 Feb 2021 01:45 WIB

Menuju Ramadhan, Kenali Mana yang Syariat dengan Tradisi

Tradisi dan syariat perlu diketahui saat Ramadhan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Menuju Ramadhan, Kenali Mana yang Syariat dengan Tradisi. Foto: Ilustrasi Ramadhan
Foto: Reuters/Nikola Solic
Menuju Ramadhan, Kenali Mana yang Syariat dengan Tradisi. Foto: Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meski masih menjalani hari-hari di awal bulan Rajab, tak ada salahnya bagi seorang Muslim untuk mengenal dan mempelajari mengenai beda syariat dengan tradisi Ramadhan yang berkembang di Indonesia.

Ustaz Ahmad Sarwat dalam buku berjudul Ramadhan Antara Syariat dan Tradisi menjelaskan, di dalam Ramadhan banyak sekali tradisi yang berkembang di tengah masyarakat. Yakni peritah syariat Islam yang secara khusus dikerjakan di bulan Ramadhan, di antara tradisi tersebut ada yang hukumnya wajib seperti melakukan ibadah puasa itu sendiri.

Baca Juga

Namun tak boleh dilupakan pula bahwa di antara tradisi yang berkembang, ada pula yang hukumnya sunah. Seperti makan sahur, mempercepat berbuka (ifthar), memberi makan orang yang berbuka, hingga shalat tarawih.

Sahur misalnya, meskipun merupakan ibadah yang sunah, namun pahalanya akan semakin besar jika dilakukan di bulan Ramadhan. Hal ini sebagaimana hadis Nabi: “Sahharuu fa-inna fi as-suhuri barakah,”. Yang artinya: “Makan sahurlah, karena sahur itu barakah,”.

Dalam hadis lainnya, Nabi bersabda: “Laa tazaalu ummati bikhairin maa ‘ajjaluu maa ‘ajjalu al-fithra wa akkharuu as-sahur,”. Yang artinya: “Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan buka puasa dan mengakhirkan sahur,”.

Sedangkan di sisi lain, terdapat pemahaman keliru yang kerap berkembang bagi sementara masyarakat Muslim mengenai tradisi Ramadhan. Misalnya, semangat untuk bangun malam untuk makan sahur merupakan tradisi yang baik karena didasari dengan pijakan dalil syar’I yang valid.

Namun terkadang muncul tradisi bawaan yang sifatnya lokal. Misalnya tradisi pada sementara kalangan untuk berkeliling membangunkan orang untuk bersahur dengan membawa berbagai macam bunyi-bunyian. Meski misalnya hal itu dibarengi dengan niat yang mulia, namun bila kurang hati-hati maka adakalanya tradisi itu dapat berubah menjadi makruh bahkan sampai ke titik haram.

Kemudian syairat mengenai mendahului buka puasa yang secara dalil sangat kuat. Namun berdasarkan tradisi, tak sedikit dari sementara kaum Muslimin yang berbuka dengan memakan apa saja dalam jumlah banyak sehingga perut terisi dengan penuh sampai membahayakan kesehatan.

Maka harusnya, menghindari makan makanan yang banyak saat berbuka puasa sudah sejatinya harus diperhatikan. Karena menghidangkan makanan yang terlalu banyak sehingga sampai jatuh pada sikap tabdzir dan israf juga tidak dianjurkan dalam agama.

Kepada orang-orang yang kerap bersikap tabdzir, Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Isra ayat 26-27: “Wa la tubadzir tabdziran innal-mubadzirina kaanuu ikhwaana as-syayaathini wa kaana as-syayathaanu lirabbihi kafuran,”. Yang artinya: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya,”.

Di dalam ayat lain, Alquran juga mengabadikan bahwa sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan perbuatan israf. Allah berfirman dalam Surah Al-An’am ayat 141: “Wa laa tusrifuu innahu laa yuhibbul-musrifin,”. Yang artinya: “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan,”.

Kemudian, membahas mengenai shalat tarawih. Tradisi menjalankan ibadah shalat tarawih adalah tradisi yang dilandasi dengan dali-dalil qath’I, baik secara sanad maupun secara dilalah. Shalat tarawih adalah sunah Rasulullah SAW yang kemudian menjadi tradisi seluruh bangsa Muslim di dunia yang hukumnya bukan wajib, tapi sunah.

Namun di balik fenomena yang menyejukkan hati mengenai ibadah shalat tarawih di malam-malam bulan Ramadhan, terdapat tradisi keliru yang berkembang di kalangan sementara masyarakat Muslim. Misalnya dengan apa yang dilakukan para muda-mudi di masjid-masjid, alih-alih menjalankan ibadah shalat secara khusyuk di dalam masjid, mereka kerap memanfaatkan waktu shalat tarawih dengan berpacaran di luar masjid.

Kebiasaan yang kurang terpuji lainnya, dijelaskan, adalah makin berkurangnya jumlah jamaah seiring dengan berjalannya waktu. Di malam-malam akhir Ramadhan, masjid-masjid kerap nampak sepi dari jamaah shalat tarawih, yang ramai justru pusat-pusat perbelanjaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement