Rabu 24 Feb 2021 15:23 WIB

Pemerintah Yakin Transaksi Belanja Online Naik Pascapandemi

BPS hingga saat ini masih terus mengumpulkan data e-commerce.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Belanja Online. Ilustrasi
Foto: Istimewa
Belanja Online. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pola konsumsi masyarakat pasca pandemi diyakini akan berubah dan mulai beralih ke transaksi secara digital. Perubahan itu disebabkan oleh tren konsumsi saat ini yang lebih banyak dilakukan secara online demi menghindari penyebaran virus corona.

Asisten Deputi Ekonomi Digital, Kementerian Koordinator Perekonomian, Rizal Edwin, mengatakan, akibat aktivitas yang lebih banyak di rumah, belanja online menjadi meningkat. Hasil survei Sirclo and Ravenry 2020 mencatat, 20 persen responden melakukan pembelian online lebih dari sembilan kali setiap bulannya.

Baca Juga

"Perubahan ini memang dipengaruhi oleh penyebaran Covid-19. Jadi ada peluang-peluang yang diciptakan selama pandemi berlangsung," kata Edwin dalam  Digital Regulatory Outlook 2021 Asosiasi E-Commerce Indonesia, Rabu (24/2).

Ia melanjutkan, hasil survei dari Bank DBS Indonesia pun mencatat, 66 persen responden survei menyatakan akan beralih berbelanja produk non makanan dari toko fisik ke online pasca pandemi.

Sementara itu, survei Sea Insight pun menunjukkan, 45 persen UMKM yang menjadi responsen mengubah strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan. Terjadi adaptasi penjualan UMKM melalui e-commerce.

Masih dari survei yang sama, satu dari lima pelaku usaha yang lebih aktif menjual lewat e-commerce adalah pengguna baru. "Kita berharap ekonomi digital mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian ke depan. Kita harus mendorong peningkatan produktivitas pekerja (digital) dan mendukung lewat pendekatan investasi," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Neraca Pengeluaran, Badan Pusat Statistik, Puji Agus Kurniawan, menambahkan, BPS hingga saat ini masih terus mengumpulkan data e-commerce sembari mencoba berbagai metode yang mudah. Pengumpulan data diperlukan agar bisa mengetahui lebih detail mengenai dampak perkembangan ekonomi digital pada kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

"Kita rancang data dari seluruh pelaku. Terbagi menjadi e-ritel, platform fasilitasi transaksi, dan lainnya seperti media sosial, search engine, atau platform untuk perdagangan," katanya.

Menurutnya, BPS dalam waktu dekat akan merilis peraturan mengenai pendataan tersebut. Adapun informasi yang harus disampaikan oleh pelaku ekonomi digital meliputi identitas perusahaan, pendapatan, metode pembaran, informasi penjual dan pembeli, tenaga kerja, transaksi, serta informasi lainnya yang diperlukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement