Selasa 02 Mar 2021 12:53 WIB

Sosiolog: Pelegalan Miras Berdalih Kearifan Lokal tak Tepat

Budaya itu perilaku positif untuk membangun keberadaban, bukan kebiadaban

Rep: Zainur mahsir Ramadhan/ Red: Esthi Maharani
Imam B. Prasodjo
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Imam B. Prasodjo

IHRAM.CO.ID, JAKARTA — Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo mengatakan, pelegalan miras dengan dalih budaya dan kearifan lokal tidaklah tepat.

‘’Miras yang konotasinya minum dan memabukkan, itu bukan kategori budaya. (Justru), itu adalah noise dari budaya,’’ ujar dia, Selasa (2/3).

Menurutnya, budaya adalah way of life yang positif dan memiliki keunikan dengan kontribusi terhadap peradaban. Hal serupa juga menjadi makna dari kearifan lokal yang dari sudut bahasa ia nilai merupakan perilaku bijak dalam sebuah komunitas, dan bernuansa positif.

‘’Saya mendefinisikan budaya itu adalah perilaku dan kebiasaan positif atas upaya membangun keberadaban, bukan kebiadaban,’’ tambah dia.

 

Lanjut dia, budaya dan kearifan lokal bisa menimbulkan kesan kebiasaan. Namun, konotasi miras yang disematkan setelahnya, akan menjadi makna dari cara berkehidupan yang kurang baik.

‘’Itu bisa menimbulkan kontradiksi,’’ ujar dia.

Sebelumnya, Menurut Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021, industri minuman beralkohol dan minuman keras beralkohol merupakan bidang usaha yang bisa diusahakan oleh semua penanam modal yang memenuhi persyaratan.

Dalam lampiran peraturan presiden yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman keras mengandung alkohol dan minuman mengandung alkohol bisa dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement