Kamis 11 Mar 2021 05:58 WIB

Alasan BPOM Belum Izinkan Uji Klinis II Vaksin Nusantara

BPOM masih belum selesai pembahasan dengan tim peneliti Vaksin Nusantara.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito (kiri)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito, mengatakan, belum memberikan izin uji klinis tahap II terhadap vaksin sel dendritik atau Vaksin Nusantara yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Pasalnya, belum ada pembahasan lebih lanjut antara BPOM dengan para peneliti terkait hasil uji klinis tahap I.

"Mengapa PPUK (persetujuan pelaksanaan uji klinik) yang kedua belum, karena kita belum selesai dalam membahas bersama tim peneliti dari fase pertama," ujar Penny dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (10/3).

Baca Juga

BPOM, kata Penny, sudah meminta hasil uji klinis tahap I Vaksin Nusantara kepada para peneliti. Namun, ia menyebut tak ada tanggapan yang cepat dari mereka.

"Itulah yang kami minta dan sudah sangat lama sekali kami minta, tapi tidak merespons dengan cepat, malahan banyak sekali gerakan," ujar Penny.

Meski begitu, BPOM dan peneliti Vaksin Nusantara sudah menyepakati waktu pembahasan kelanjutan Vaksin Nusantara pada 16 Maret mendatang. Dalam pembahasan itu, BPOM akan mengulas hasil uji klinis tahap I.

"Saya kira bersabar berikan waktu untuk ada proses dengan tim penelitinya sebagai bagian dari proses kita me-review fase uji klinik satu, sebelum bisa berlanjut ke fase kedua," ujar Penny.

Sebelumnya, tim peneliti mengatakan vaksin sel dendritik telah melalui uji klinis tahap I. Dalam proses tersebut, ada 31 subjek yang menjadi bagian dari penelitian.

"Tak ada efek samping berat yang didapat dalam uji klinis fase satu. Hasil yang dinilai berupa safety atau keamanan dengan melihat efek samping, efikasi atau manfaat perlindungan dan hasil imunogenitas," ujar tim peneliti RSUP dr Kariadi Semarang, Muchlis Achsan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (10/3).

Ia menjelaskan, 14,2 persen subjek mengalami gejala lokal ringan, seperti nyeri, gatal, dan bengkak pada titik penyuntikan. Sementara 39,2 persen subjek mengalami reaksi sistemik ringan.

Kemudian, 65,6 persen subjek mengalami keluhan derajat ringan, tapi tidak ditemukan efek yang serius setelah pemberian vaksin. Adapun dari sisi imunogenitas atau efikasi, pihaknya melihat adanya peningkatan yang konsisten di semua panel pemeriksaan.

"Tidak ditemukan kejadian serious adverse event pada seluruh objek vaksinasi," ujar Muchlis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement