Kamis 11 Mar 2021 22:43 WIB

Masjid At-Tanwir Muhammadiyah Ramah Lingkungan

Lantai dua masjid rencananya sebagai lantai utama untuk melaksanakan ibadah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Menteri BUMN Erick Thohir saat menghadiri peresmian Masjid At-Tanwir di Kompleks Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat pada Kamis (11/3).
Foto: Kementerian BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir saat menghadiri peresmian Masjid At-Tanwir di Kompleks Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat pada Kamis (11/3).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah meresmikan masjid At-Tanwir di kompleks Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat pada Kamis (11/3). Masjid ini menggunakan teknologi ramah lingkungan dan bangunannya didesain tidak hanya untuk melaksanakan sholat. 

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti menyampaikan, masjid At-Tanwir generasi baru Muhammadiyah karena pada umumnya masjid Muhammadiyah diberi nama At-Taqwa. Masjid ini diberi nama At-Tanwir sebagai bagian dari upaya Muhammadiyah untuk menjadikan masjid tempat pencerahan dan membangun keberagamaan Islam yang berkemajuan. 

"Masjid ini enam lantai, lantai bawah untuk tempat wudhu dan berbagai hal yang berkaitan dengan thoharoh ada di lantai satu (lantai bawah)," kata Prof Mu'ti saat peresmian Masjid At-Tanwir, Kamis (11/3). 

Ia menerangkan, lantai dua masjid rencananya sebagai lantai utama untuk melaksanakan ibadah, terutama ibadah untuk sholat berjamaah seperti sholat Jumat dan lain sebagainya. Lantai tiga dan empat masih untuk sholat berjamaah khususnya untuk jamaah perempuan. 

Lantai lima tempat untuk pertemuan dan perpustakaan. Lantai enam untuk aula yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan. "Dua hal yang agak berbeda dari masjid ini adalah konstruksi dan arsitekturnya yang kita rancang ramah lingkungan," ujarnya.

Prof Mu'ti menerangkan, masjid At-Tanwir menggunakan tenaga surya. Jadi di lantai atas ada panel surya bertenaga matahari, kebetulan Muhammadiyah juga simbolnya matahari.

"Jadi ini adalah masjid yang ramah lingkungan dan sejalan dengan komitmen kita bersama-sama untuk mengatasi berbagai masalah lingkungan," jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa bekas air wudhu di lantai satu didaur ulang untuk kegiatan yang bersifat kebersihan. Itu bagian dari upaya Muhammadiyah untuk menghemat air dan melestarikan lingkungan.

"Karena itu kami sangat berharap model-model masjid Muhammadiyah yang belum dibangun atau direnovasi, saya kira dapat mereplikasi apa yang mulai kita lakukan di masjid kita ini sebagai masjid yang ramah lingkungan dan masjid yang memang kegiatannya kita persiapkan dan kita orientasikan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat," jelasnya. 

Prof Mu'ti mengatakan, masjid adalah rumah tempat umat bersama-sama dan masjid adalah tempat umat bersatu membangun barisan serta membangun persatuan untuk kemajuan umat dan bangsa.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyampaikan, masjid At-tanwir berharap menjadi inspirasi bagi pimpinan wilayah Muhammadiyah. Untuk membangun masjid yang sama di sekitar gedung pimpinan wilayah Muhammadiyah. 

"Agar masjid menjadi kesatuan dengan gedung Muhammadiyah di wilayah- wilayah dan nanti sampai daerah," ujar Prof Haedar.

Ia juga menerangkan, kata At-Tanwir merupakan persambungan dari yang telah digerakkan oleh Kiai Ahmad Dahlan untuk menghadirkan Islam sebagai agama yang mencahayai, menerangi, dan mencerahkan kehidupan umat, bangsa, kemanusiaan dan semesta. 

Prof Haedar juga mengatakan, masjid-masjid yang dikelola oleh negara termasuk oleh BUMN, percaya masjid-masjid itu menjadi milik bersama. Bukan milik satu golongan, satu kelompok atau satu paham apalagi satu mazhab. Sebab negara tidak boleh bermazhab kecuali madzhabnya Pancasila. 

"Kami percaya nanti kerjasama ini, termasuk Muhammadiyah dengan masjid-masjid di BUMN juga masjid negara, juga ormas-ormas lain menjadi satu kekuatan kolektif menjadikan Indonesia sebagai Baldatun thoyyibatun wa rabbhun ghaffur," ujarnya.

Ia menyampaikan, agenda Muhammadiyah dan agenda bersama adalah membangun ukhuwah persatuan bangsa di tengah keragaman dan di tengah dinamika perbedaan. Semangat pencerahan juga harus membawa semangat mencerdaskan hati, pikiran dan tindakan. Serta membawa semangat untuk bersatu dalam keragaman dengan penuh cahaya hikmah, ilmu, kebijaksanaan, musyawarah dan masjid harus menjadi tempat bertemunya itu. 

Ia mengingatkan, kalau ada satu atau dua masjid yang diindikasikan kurang baik karena isu ekstrem, radikal atau menyebarkan hal-hal yang bersifat meretakkan kesatuan. Maka perlu dengan pendekatan tanwir. Karena mungkin perlu dicerahkan para mubalighnya, khotibnya, dan takmirnya.

"Tetapi semangatnya adalah semangat untuk terus kita menyelesaikan masalah bangsa ini dengan musyawarah, hikmat dan bijaksana," ujarnya.

Prof Haedar juga mengatakan, masjid negara tidak perlu diborongkan kepada suatu golongan dan kelompok tertentu. Insya Allah nanti berkahnya disangga bersama. Gambar bintang simbol Ketuhanan Yang Maha Esa itu menjadi kekuatan pencerah batin, pencerah hati, pencerah pikiran dan pencerah tindakan bangsa Indonesia yang religius. Yakni bangsa yang meletakkan agama, Pancasila dan nilai luhur bangsa sebagai mozaik di dalam berbangsa dan bernegara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement