Baleg DPR: RUU P-KS Mendesak untuk Segera Disahkan

Wakil Ketua Baleg mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat.

Selasa , 16 Mar 2021, 17:30 WIB
Wakil Ketua Baleg Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya m
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Baleg Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya m

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya menilai RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) sangat mendesak untuk segera disahkan karena semakin meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan. Ia mengatakan, angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun.

"Saya mencermati dari hasil dialog yang berkembang di Baleg, kenapa RUU ini mendesak? Karena secara statistik berdasarkan laporan Komnas HAM, angka kekerasan terhadap perempuan naik secara signifikan," katanya dalam diskusi bertajuk "Urgensi Pengesahan RUU P-KS" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/3).

Baca Juga

Willy menjelaskan, kondisi saat ini satu dari tiga perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual sehingga itu situasi yang mencemaskan. Bahkan menurutnya, kondisi itu berdasarkan catatan para pemerhati, disebutkan sudah masuk situasi darurat kekerasan seksual dan angkanya dari tahun ke tahun terus naik secara fantastis.

"Apa kendala yang berikutnya selain fakta ini terjadi seperti fenomena gunung es, kita masih belum memiliki peraturan perundang-undangan yang bisa menjangkau tindak kekerasan seksual ini. Karena waktu kita sangat terbatas sekali dalam proses menjangkau ini," ujarnya.

Willy menjelaskan RUU P-KS harus diletakkan dalam beberapa poin yang tepat agar tidak menjadi polemik dan perdebatan di masyarakat, pertama dalam pendekatan korban dan menggunakan prinsip keadilan restoratif sebagai bentuk pemulihan hak-hak korban. Kedua menurut politikus Partai NasDem itu, perlu menggunakan perspektif penegakan hukum berdasarkan perspektif aparat penegak hukum itu penting.

"Ketiga adalah edukasi, bagi kita dalam kultur yang masih feodalistik, itu dianggap ini masih tabu, masih saru, jadi ini yang perlu kita diskusikan," katanya.

Ia menyarankan, pembahasan RUU tersebut harus benar-benar hati-hati dan teliti dan mendengarkan aspirasi publik yang berkembang harus didiskusikan. Langkah itu menurut dia agar tidak terjadi benturan antara perspektif barat-timur, tradisi libertarian dengan ketimuran.

Sumber : Antara