Selasa 16 Mar 2021 21:28 WIB

PBB ke Militer Myanmar: Setop Bunuh Demonstran

Sebanyak 23 demonstran kembali dilaporkan terbunuh dalam aksi menentang kudeta.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Teman dan kerabat Khant Nyar Hein, seorang mahasiswa kedokteran berusia delapan belas tahun yang ditembak mati selama protes terhadap kudeta militer, memberikan hormat tiga jari saat upacara pemakaman di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3). Khant Nyar Hein terbunuh dalam protes anti-kudeta pada  Ahad (14/3).
Foto: STRINGER/EPA
Teman dan kerabat Khant Nyar Hein, seorang mahasiswa kedokteran berusia delapan belas tahun yang ditembak mati selama protes terhadap kudeta militer, memberikan hormat tiga jari saat upacara pemakaman di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3). Khant Nyar Hein terbunuh dalam protes anti-kudeta pada Ahad (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mendesak militer Myanmar menghentikan aksi kekerasan terhadap massa demonstran yang menentang kudeta. Hal itu disampaikan saat korban meninggal dilaporkan telah mencapai 190 jiwa.

“Kami meminta militer (Myanmar) untuk berhenti membunuh dan menahan pengunjuk rasa,” kata juru bicara Kantor HAM PBB Ravina Shamdasani pada Selasa (16/3).

Baca Juga

Sebanyak 23 demonstran kembali terbunuh dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Myanmar pada Senin (15/3). Sejauh ini korban meninggal telah tercatat sebanyak 191 jiwa.

Menurut laporan media Irrawaddy, 23 korban meninggal terbaru tersebar di sejumlah distrik di Yangon dan Mandalay. Aparat keamanan dan militer melepaskan tembakan ke arah kerumunan demonstran.

Sebuah video yang diyakini berlokasi di Dawbon, Yangon, memperlihatkan pasukan keamanan menembak seorang pria. Mereka kemudian menelanjanginya dan menyeretnya. Selagi melakukan hal demikian, mereka melepaskan tembakan ke lingkungan sekitar.

Akhir pekan lalu menjadi hari paling berdarah selama demonstrasi menentang kudeta militer berlangsung. Setidaknya 73 pengunjuk rasa yang tersebar di sejumlah kota di Yangon tewas pada Ahad (14/3).

Pekan lalu pelapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar Tom Andrews telah mengisyaratkan bahwa militer Myanmar berpotensi melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal itu mengingat jumlah demonstran yang tewas dalam aksi menentang kudeta telah mencapai puluhan.

"Rakyat Myanmar tidak hanya membutuhkan kata-kata dukungan, tapi juga tindakan suportif. Mereka membutuhkan bantuan komunitas internasional sekarang," kata Andrews kepada Dewan HAM PBB pada 11 Maret lalu.

Dia menyerukan penerapan sanksi multilateral terhadap junta serta Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar milik militer. Komunitas internasional pun dapat memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement