Senin 22 Mar 2021 22:14 WIB

GP Ansor Minta Pemerintah Batalkan Impor Beras dan Garam

Kebijakan impor komoditas pangan akan banyak mengorbankan dan merugikan nasib petani.

Petani memanen padi di areal persawahan Kelurahan Kaligangsa, Tegal, Jawa Tengah, Senin (22/3/2021). Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tegal dan Himpunan Pengusaha Nadliyin (HPN) Tegal menolak pemerintah untuk melakukan impor beras karena akan berdampak pada turunnya harga panen saat ini dari biasanya Rp20 juta menjadi Rp15 juta per hektare. (ilustrasi)
Foto: Oky Lukmansyah/ANTARA
Petani memanen padi di areal persawahan Kelurahan Kaligangsa, Tegal, Jawa Tengah, Senin (22/3/2021). Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tegal dan Himpunan Pengusaha Nadliyin (HPN) Tegal menolak pemerintah untuk melakukan impor beras karena akan berdampak pada turunnya harga panen saat ini dari biasanya Rp20 juta menjadi Rp15 juta per hektare. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Pemuda (GP) Ansor meminta pemerintah untuk segera membatalkan rencana impor beras dan garam. Lantaran, kebijakan impor komoditas pangan dinilai akan banyak mengorbankan dan merugikan nasib petani Indonesia.

Ketua Bidang Pertanian dan Kedaulatan Pangan Pimpinan Pusat GP Ansor Adhe Musa Said dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (22/3), mengatakan Indonesia merupakan negara agraris dan sekaligus negara maritim yang secara sosio-historis dan budaya menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki riwayat peradaban agraris yang panjang.

Baca Juga

Menurut Adhe Musa, rencana pemerintah untuk mengimpor beras dan garam yang terus berulang adalah kebijakan ironis. "Kebijakan impor pangan, baik beras maupun garam sudah saatnya diakhiri karena selalu mengorbankan nasib petani. Di sisi lain selama ini petani sudah begitu bersabar menerima kebijakan pemerintah di sektor pertanian yang kadang tidak berpihak pada petani," ujar Adhe Musa.

Adhe mengungkapkan, rencana impor beras juga kontraproduktif dengan kondisi riil di lapangan yang tengah memasuki musim panen padi di beberapa daerah. Selain itu persediaan beras nasional saat ini dinilai masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Hal ini didasarkan pada data Kementerian Pertanian yang menyatakan stok beras nasional hingga Mei 2021 diperkirakan mencapai 24,90 juta ton, didorong hasil panen raya selama Maret-April. Sementara kebutuhan beras nasional diproyeksi mencapai 12,3 juta ton.

Artinya, neraca beras hingga akhir Mei masih akan surplus sebesar 12,56 juta ton. "Jika kebijakan impor beras ditujukan sebagai bagian dari operasi pasar untuk menyeimbangkan harga beras, keefektifannya pun patut diragukan. Sebab momentumnya menjelang panen raya," kata dia.

GP Ansor juga menilai kebijakan impor beras yang terus dilakukan dari tahun ke tahun melalui Kementerian Perdagangan mencerminkan inkonsistensi pemerintah untuk mewujudkan kemandirian pangan. "Untuk itu saya menginstruksikan kepada seluruh jajaran GP Ansor di seluruh Indonesia harus menjadi garda terdepan dalam menggalang suara publik guna mengkritisi kebijakan impor beras. Sudah seharusnya GP Ansor berdiri di belakang petani dan menjadi penyambung suara mereka," tegasnya.

Atas situasi ini, GP Ansor meminta pemerintah untuk mengoptimalkan segala ikhtiar guna mewujudkan kemandirian pangan bangsa. Langkah yang bisa dilakukan antara lain dengan membangun sistem dan kelembagaan pertanian domestik yang mendorong peningkatan produktivitas serta kualitas produksi beras nasional dengan bertumpu pada sistem pertanian keluarga atau rumah tangga tani yang menghargai dan mengutamakan kesejahteraan petani.

Selain itu, katanya, pemerintah perlu mempromosikan dan mendukung penuh keragaman pangan pokok berbasis pangan lokal sesuai potensi yang ada di setiap daerah. "Diversifikasi pangan merupakan salah satu kunci mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan," ujar Adhe Musa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement