Kamis 25 Mar 2021 01:26 WIB

Guru Besar UI Pertanyakan Motif Pengusul Amandemen UUD 1945

Harus dikejar bagian mana dari UUD 1945 yang diwacanakan akan diamandemen.

Valina Singka
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Valina Singka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof Valina Singka mempertanyakan motif kelompok tertentu yang menyebar wacana amandemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke publik. Ia berpendapat keinginan mengubah pasal-pasal pada konstitusi negara harus didorong oleh kebutuhan menyelesaikan masalah yang saat ini dihadapi oleh masyarakat.

"Itu harus jelas, bagian mana yang diusulkan (untuk) diamandemen dan alasannya. Itu yang harus dikejar. Bagian mana dan apa alasannya," kata Prof Valina saat sesi bedah wacana Amandemen Terbatas UUD 1945 yang digelar oleh Forum Diskusi Denpasar 12 sebagaimana dipantau di Jakarta, Rabu (24/3).

Baca Juga

Menurut dia, jika nantinya wacana amandemen UUD 1945 secara resmi diusulkan ke Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), maka anggota parlemen harus melakukan evaluasi dan pendalaman terkait alasan-alasan mengubah konstitusi negara.

"(Jika wacana itu resmi diusulkan) perlu dilakukan evaluasi apa persoalan kebangsaan kita yang muncul sekarang ini. Apakah (masalah) itu diakibatkan oleh konstitusi atau oleh regulasi Undang-Undang belum sesuai maksud konstitusi. Apa soal leadership (kepemimpinan)? Apa soal budaya politiknya," sebut Valina.

Ia lanjut menerangkan, saat ini masyarakat Indonesia masih menghadapi masalah, seperti kemiskinan, kesenjangan, tidak meratanya distribusi kekayaan negara, dan politik transaksional yang kerap ditemukan dalam partai politik dan pemilihan umum. "Ini semua apakah karena konstitusi atau sebetulnya bukan? Ini harus dilakukan evaluasi secara mendalam dari berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar pakar politik itu.

Baca juga : ASEAN tak Bertaji Hadapi Junta Myanmar

Jika memang tidak ada masalah mendesak yang disebabkan oleh konstitusi negara, usulan amandemen pun tidak dibutuhkan, demikian sinyal yang disampaikan Prof Valina pada sesi diskusi. Dalam kesempatan itu, ia mengingatkan amandemen konstitusi tahap pertama sampai keempat, yang menjadi amanah reformasi, tidak dapat dipisahkan dari upaya bersama membangun sistem politik agar lebih demokratis.

Valina menerangkan, reformasi konstitusi dan demokratisasi selalu terkait karena konstitusi sebagai hukum tertinggi sebuah negara mengatur pembatasan kekuasaan, termasuk di antaranya membatasi masa jabatan presiden sampai maksimal dua periode. Valina merupakan salah satu pihak yang terlibat langsung dalam proses amandemen UUD 1945.

Ia sempat menjabat sebagai anggota MPR Fraksi Utusan Golongan, yang kemudian ditugaskan oleh fraksi menjadi anggota Badan Pekerja MPR, khususnya panitia ad hoc 3. Badan itu, beserta panitia ad hoc di dalamnya, dibentuk pada Sidang Umum MPR RI 1999, yang saat itu dipimpin oleh Amien Rais.

Badan pekerja MPR saat itu menerima mandat mengamandemen beberapa pasal dalam UUD 1945. "Dua hal utama (amandemen) fokusnya memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat RI dan kedua membatasi kekuasaan presiden," ujar dia saat menceritakan alasan amandemen UUD 1945 pascajatuhnya Orde Baru.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement