Selasa 30 Mar 2021 06:47 WIB

Amnesty: RUU Antiseparatisme Diskriminasi Muslim di Prancis

Pihak berwenang Prancis berkali-kali menggunakan konsep radikalisasi yang tidak jelas

Rep: Meiliza Laveda/ Red: A.Syalaby Ichsan
Muslim Prancis serukan stop Islamofobia
Foto: google.com
Muslim Prancis serukan stop Islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM), Amnesty International mengatakan peraturan baru yang direncanakan berdasarkan RUU anti-separatisme disahkan oleh senat konservatif. Nantinya, ini akan membuka jalan bagi kebijakan diskriminatif terhadap umat Muslim di Prancis.

“Undang-undang yang diusulkan ini akan menjadi serangan serius terhadap hak dan kebebasan di Prancis,” kata Peneliti Eropa Amnesty International, Marco Perolini dalam sebuah pernyataan.

Perolini menjelaskan, dia telah melihat pihak berwenang Prancis berkali-kali menggunakan konsep radikalisasi yang tidak jelas untuk membenarkan penerapan tindakan tanpa dasar yang sah. Dia meminta stigmatisasi ini untuk segera diakhiri. Amnesty telah berupaya membatalkan atau mengubah banyak ketentuan dari RUU tersebut.

Sebelumnya, terjadi perdebatan di Senat Prancis pada Selasa (16/3) lalu setelah Majelis Nasional Prancis yang didominasi oleh Presiden Emmanuel Macron, La République En Marche (LREM) menyetujui RUU yang bertujuan memerangi ekstremisme.

RUU itu bagi pemerintah terlihat sebagai balasan untuk kelompok agama yang berusaha merusak tradisi sekuler Prancis. LREM Macron mendukung RUU dengan 347 anggota parlemen Majelis Nasional memberikan suara, 151 menentang, dan 65 abstain.

Saat ini, beberapa aspek dari RUU tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan kebebasan berserikat, berekspresi, dan prinsip non-diskriminasi di Prancis. Menurut Amnesty, setidaknya ada 50 pasal yang bermasalah.

Perolini mengatakan pihaknya menyoroti pasal 6 yang menegaskan setiap organisasi yang mengajukan permohonan hibah dari negara atau otoritas lokal harus menandatangani kontrak “komitmen republik.” Pasal lain yang bermasalah adalah pasal 8, adanya kekuasaan tambahan dari negara untuk membubarkan organisasi.

“Ini akan memungkinkan otoritas publik hanya mendanai organisasi yang sudah menandatangani kontrak ‘komitmen republik.’ Konsep ini sangat samar dan secara terbuka bisa menjadi penyalahgunaan dan mengancam kebebasan berekspresi,” ujar dia.

Dilansir Daily Sabah, Selasa (30/3), RUU dibahas dalam suasana yang sangat tegang setelah tiga serangan terjadi pada akhir tahun 2020. Salah satu serangan mematikan pada 16 Oktober terhadap guru Samuel Paty. Macron mengatakan RUU itu akan berisi apa yang disebut presiden sebagai “separatisme Islam” dan akan menyoroti sistem sekuler Prancis.

Namun, para kritikus mengatakan undang-undang tersebut melanggar kebebasan beragama dan secara tidak adil menargetkan 5,7 juta Muslim Prancis. Meskipun, undang-undang tidak secara khusus menyebutkan kata “Islam,” Muslim Prancis telah memprotesnya selama berbulan-bulan. Mereka mengklaim tindakan tersebut mendiskriminasi mereka.

https://www.dailysabah.com/world/europe/amnesty-makes-last-minute-appeal-to-france-over-anti-muslim-bill

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement