Sudahkah Anda Melunasi Utang Puasa?

Red: Esthi Maharani

Senin 05 Apr 2021 11:51 WIB

Ilustrasi Ramadhan Foto: Pixabay Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beberapa hari lagi bulan suci Ramadhan akan segera tiba. Semua umat Islam tengah mempersiapkan diri dalam menyambut Ramadhan. Selain memperbanyak ibadah dan amalan lain, melunasi utang puasa pada Ramadhan sebelumnya juga harus dilakukan.

Allah membolehkan sebagian orang untuk tidak menjalankan puasa Ramadhan. Ini dikatakan dalam firman-Nya surat al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”

Saiyid Mahadhir menjelaskan dalam bukunya, Menyambut Ramadhan, ada kewajiban mengganti di hari lain. At-Thabari menjelaskan yang dimaksud hari lain adalah hari-hari selain hari dia sakit dan dalam kondisi safar atau perjalanan. Jadi, wajar jika istri Nabi Muhammad saw, Aisyah pernah mengqadha puasa sampai di bulan Sya’ban. “Dulu saya pernah memiliki hutang puasa Ramadhan. Namun, saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan Sya’ban,” (HR Bukhari dan Muslim).

Beberapa ulama menggabungkan ayat Alquran dengan perilaku Aisyah sehingga para ulama menilai mengqadha puasa Ramadhan di hari lain yang dimaksud dibatasi sebelum datang Ramadhan berikutnya. Terkait menunda qadha Ramadhan sampai datangnya Ramadhan berikutnya tidak keluar dari dua kondisi. Pertama, menunda karena sebab-sebab khusus, seperti sakit yang lama sekali, kehamilan yang tidak berjarak, atau kondisi dalam perjalanan belum selesai.

Mereka tergolong tidak berdosa jika belum melunasi utang puasa. Akan tetapi, yang namanya utang harus segera dibayar ketika kondisi seperti yang disebutkan sudah tidak ada lagi.

Sementara itu, kondisi kedua, jika menunda melunasi karena alasan malas, lalai, atau terkesan meremehkan, para ulama berbeda pandangan apakah utang puasanya tetap dibayar dengan hukuman tambahan atau tidak. Dalam mahzab Hanafi, Imam al-Kasani menuliskan dalam kitabnya, Badai’ Ash-Shanai’ “Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya maka tidak ada fidyah baginya.”

Sedangkan mayoritas ulama menilai mereka tetap diwajibkan membayar utang puasa diiringi dengan kewajiban tambahan, yakni membayar fidyah berupa memberi makan orang miskin pada sejumlah hari yang ia tinggalkan sebesar satu mud atau seperempat dari besaran zakat fitrah. Pendapat mayoritas ini kata as-Syaukani dalam kitabnya Nail al-Authar diyakini sebagai pendapat sahabat Ibnu Umar ra, Ibnu Abbas ra, dan Abu Hurairah ra.

Yang jelas, apa pun perkara utang baik utang kepada manusia maupun kepada Allah semuanya harus segera dibayar dan tidak ditunda-tunda. n Meiliza Laveda