Rabu 31 Mar 2021 21:49 WIB

Eropa Berminat Gunakan Vaksin Sputnik V Rusia

Putin, Macron, dan Angela Merkel melakukan pertemuan trilateral.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Vaksin Rusia Sputnik V
Foto: EPA-EFE/Maxim Shipenkov
Vaksin Rusia Sputnik V

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan pertemuan trilateral virtual pada Selasa (30/3). Mereka membahas beberapa isu, termasuk penanganan pandemik Covid-19.

Dalam pertemuan itu terungkap tentang minat Uni Eropa menggunakan vaksin Sputnik V yang dikembangkan Rusia. "Prospek pendaftaran vaksin Sputnik V Rusia di Uni Eropa, serta kemungkinan pasokan dan produksi bersama di negara-negara Uni Eropa, telah dibahas," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

Kendati demikian, peninjauan terhadap Sputnik V akan terlebih dulu dilakukan. “Kemungkinan kerja sama dalam vaksin, tergantung pada kemajuan peninjauan vaksin Sputnik V, yang saat ini sedang berlangsung di European Medicines Agency (EMA). Tinjauan ini akan didasarkan pada standar yang sama yang diterapkan EMA untuk setiap vaksin," kata pemerintah Prancis dan Jerman dalam sebuah pernyataan bersama, dikutip laman Politico.

Eropa diketahui cukup skeptis terhadap Sputnik V. Bulan lalu, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen meminta Rusia menjelaskan mengapa mereka menawarkan ekspor jutaan dosis vaksinnya. Padahal pada saat bersamaan, Rusia tertinggal dalam kampanye vaksinasi sendiri.

Dalam konferensi virtual itu, Merkel dan Macron turut menanyakan kasus tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, kepada Putin. Mereka meminta Putin memberi penjelasan yang tepat tentang keadaan objektif kasus tersebut.

Navalny adalah tokoh oposisi yang kerap mengkritisi pemerintahan Putin. Pada Agustus tahun lalu, dia sempat diracun menggunakan agen saraf Novichok. Namun, setelah menjalani perawatan intensif dan melewati masa koma di sebuah rumah sakit di Berlin, Navalny selamat.

Setelah pulih, dia kembali ke Rusia. Namun saat tiba di negaranya, Navalny ditangkap. Pengadilan menyatakan Navalny melanggar ketentuan hukuman sebelumnya terkait kasus penggelapan.

Hukumannya yang semula ditangguhkan kemudian diubah menjadi hukuman penjara dua setengah tahun. Navalny dan pendukungnya mengatakan semua tuduhan terhadapnya bermotif politik. Presiden Biden dan para pemimpin Uni Eropa telah menyerukan agar dia dibebaskan segera.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement