Jumat 02 Apr 2021 10:34 WIB

'Agama Ajarkan Wujudkan Harmoni dan Keteraturan Sosial'

Pemeluk agama Islam tentunya juga diajarkan pula untuk menaati pemimpin

Ilustrasi keberagaman dan persatuan.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ilustrasi keberagaman dan persatuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajaran agama mengajarkan kepada umatnya untuk mewujudkan harmoni dan keteraturan sosial sebagai bagian dari indikator kesalehan sosial. Termasuk dalam sikap beragama yang baik adalah menaati hukum dan peraturan sebagai bentuk kesalehan bernegara. Karenanya, beragama yang baik adalah yang berkomitmen memegang perjanjian dan mematuhi aturan hukum, bukan pembangkang.

Pendiri NII (Negara Islam Indonesia) Crisis Center, Ken Setiawan mengatakan bahwa beragama tidak boleh diartikan sekadar sebagai prosesi ritual-formal. Namun lebih dari itu, beragama khususnya pemeluk agama Islam tentunya juga diajarkan pula untuk menaati pemimpin (ulil amri). Sebuah negara akan sulit mencapai kestabilan tanpa adanya pemimpin yang memimpin keberlangsungan suatu negara.

"Kestabilan tersebut dapat dicapai melalui pemberlakuan hukum yang mengatur segala aspek kehidupan bernegara agar tercipta ketertiban dan keadilan di dalamnya," ujar Ken Setiawan beberapa waktu lalu.

Terlebih menurut Ken, dalam Islam, kewajiban untuk taat kepada penguasa atau pemerintah sudah tertuang dalam surat An-Nisaa:59 yaitu "Hai orang-orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada rasul dan ulil amri kalian (pemegang kekuasaan) dia ntara kamu."

Lebih lanjut, mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) ini menyatakan kekahwatirannya akan kondisi yang sedang berlangsung di tanah air mengenai bahaya radikalisme, sebuah tragedi kemanusiaan yang mengatasnamakan agama.

"Dewasa ini banyak sekali orang yang mengaku paling beragama namun malah menyampaikan ujaran kebencian, caci maki serta hujatan termasuk kepada pemerintah dan hukum negara ini," tutur Ken.

Menurut Ken, media sosial berperan besar atas informasi yang begitu cepat termasuk informasi yang bersifat hoaks. Informasi yang sulit dibendung ini, termasuk hoaks dan propaganda anti Pancasila semakin mengekskalasi dan mengikis nilai-nilai kebinekaan. Menurutnya, hal seperti itu seharusnya disikapi secara kritis, apalagi jika yang disampaikan adalah hujatan dan caci maki.

"Seluruh elemen masyarakat harus cerdas menyikapi kondisi tersebut dengan cara mengkampanyekan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika," ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement