Ahad 04 Apr 2021 16:18 WIB

Wapres: Bom Katedral Makassar Tidak Sesuai Ajaran Islam

Bom Makassar ditegaskan Wapres tak sesuai ajaran Islam.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Wapres: Bom Katedral Makassar Tidak Sesuai Ajaran Islam. Foto: Wakil Presiden Maruf Amin
Foto: Dok. KIP/Setwapres
Wapres: Bom Katedral Makassar Tidak Sesuai Ajaran Islam. Foto: Wakil Presiden Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Ami mengatakan  aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar pada Ahad (28/3) pekan lalu merupakan contoh paling aktual dari cara berpikir sempit. Menurutnya, cara berpikir sempit ini yang kemudian melahirkan pola pikir yang menyimpang, bahkan menjadi radikal terorisme.

Ia pun menegaskan aksi bom bunuh diri ini tidak dapat dibenarkan oleh agama apapun, termasuk Islam.

Baca Juga

"Contoh paling aktual dari cara berfikir radikal terorisme yang menyimpang itu adalah peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar (28/3), tindakan ini tidak sesuai dengan ajaran Islam," ujar Ma'ruf saat memberi keynote speaker dalam Webinar Nasional IKADI-BNPT 2021 bertema “Peran Da’i dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia”, Ahad (4/4).

Wapres menegaskan, Islam tidak mengajarkan kekerasan dan pemaksaan kehendak di dalam dakwahnya, termasuk dalam memperjuangkan aspirasi melawan ketidakadilan. Sebaliknya, kata Ma'ruf, Islam mengajarkan cara-cara yang santun, nasihat yang baik, serta berdialog dengan cara-cara yang terbaik.

Karena itu, ia berharap peran para Da’i dalam  menyeru, mengajak atau berdakwah kepada masyarakat untuk berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar.

 

"Rujukan yang harus menjadi pegangan bagi para Da’i adalah Rasulullah SAW.  Selain memberikan teladan yang terbaik dari sikap serta perilaku beliau dalam kehidupannya sehari-hari, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita cara berfikir yang benar, sesuai tuntunan Al Qur’an," kata Ma'ruf.

Ma'ruf melanjutkan, cara berpikir yang diajarkan Rasulullah yakni cara berfikir wasathy  yaitu cara berfikir yang moderat, dinamis, bukanlah cara pandang atau cara berpikir yang eksklusif dan sempit serta tidak terbuka terhadap perubahan.

Namun tetap dalam koridor manhaji dan tidak ekstrim. Karena itu, ia berharap para Da’i harus meneladani cara berpikir Rasulullah SAW dan tidak ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini.

Ia menyebut, contoh sederhana cara berpikir sempit adalah tidak percaya bahwa COVID-19 adalah nyata, atau percaya pada teori-teori konspirasi tanpa mencoba untuk memahami fenomena dengan akal sehat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan.

 

Selain itu, cara berpikir sempit juga merupakan salah satu penyebab munculnya sifat egosentris, tidak menghargai perbedaan pendapat serta tidak mau berdialog.

"Karenanya, para Da’i juga diharapkan dapat menjadi kekuatan komunitas, yang mampu mendeteksi dini dan mengeliminasi pola pikir intoleran, egosentris kelompok, dan gerakan yang mengarah pada kekerasan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement