Senin 05 Apr 2021 14:06 WIB

BKSDA-Polda Sumbar Tangkap Penyiksa Simpai

Sanksi hanya dilakukan pembinaan dalam bentuk surat pernyataan

Rep: Febrian Fachri/ Red: Esthi Maharani
Seekor bayi Simpai atau Surili Sumatera (Presbytis melalophos)
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Seekor bayi Simpai atau Surili Sumatera (Presbytis melalophos)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat bersama Ditkrimsus Polda Sumbar berhasil mengungkap para pelaku penyiksaan terhadap satwa jenis  Simpai atau Surili Sumatera (Presbytis melalophos). Penyiksaan satwa itu terekam dalam sebuah video, yang kemudian viral di berbagai media sosial.

Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Sumatera Barat, Ade Putra mengatakan, melalui video yang beredar luas tersebut, pihaknya berhasil menelusuri lokasi pembuatan video.

“Dari video yang beredar, kita dari BKSDA dan Ditkrimsus Polda Sumbar berhasil mengidentifikasi lokasi kejadian dan juga menemukan para pelaku,” kata Ade, Senin (5/4).

Ade mengatakan, lokasi kejadian berada di jorong Aia Mudiak, Nagari Tambangan, Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar. Dalam proses penelusuran, BKSDA bersama polisi  mencocokan lokasi dengan tempat yang biasanya banyak Simpai. Simpai diketahui merupakan satwa endemik yang lokasinya hanya di beberapa daerah saja.

Petugas sudan berhasil mengamankan enam orang pelaku, yang ada dalam video. Ke-enamnya memiliki peran masing-masing.  Pelaku berinisial  A (17 tahun) bertindak sebagai perekam video, lalu ada MR (15 tahun) yang memegang satwa,  HF (32 tahun) bertindak memegang karung, TPT (16 tahun) batik biru berdiri, serta JM (45 tahun) yang juga berdiri dengan mengenakan kaos hitam.  Sedangkan video disebarkan oleh pelaku berinisial RM (18 tahun).

“Mereka kita amankan, kita identifikasi dan peristiwanya juga direkonstruksi ulang oleh pelaku disaksikan perangkat nagari, jorong dan warga,” ucap Ade.

Dari hasil pemeriksaan, video itu direkam pada 14 januari 2021 silam. Berdasarkan hasil pemeriksaan para pelaku dan rekonstruksi ulang diperoleh fakta bahwa para pelaku menemukan satwa tersebut saat akan mandi di sungai. Mereka melihat simpai terjatuh dan terluka, bermaksud menyelamatkannya. Satwa  ditangkap, namun satwa itu bereaksi.

Melihat hal itu spontan para pelaku tertawa, selanjutnya satwa ditangkap dan dibawa dengan karung ke rumah yang berjarak 30 meter dan diobati. Satwa juga sudah dilepaskan pada hari itu juga.

Tindakan hukum terhadap para pelaku, lanjut Ade, hanya dilakukan pembinaan dalam bentuk surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya, di Mapolres Padang Panjang.

Simpai atau Surili Sumatera (Presbytis melalophos) adalah salah satu satwa endemik pulau Sumatera. Primata dari famili Cercopithecidae ini kerap disebut Simpai atau Surili Sumatera.Daerah sebaran satwa ini terbatas di berada pulau Sumatera.

Penurunan populasi dan ancaman yang terus terjadi membuat IUCN memasukkannya sebagai spesies Endangered dalam daftar merahnya. CITES juga memasukkannya dalam daftar appendix II.

Di Indonesia, Simpai termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Sesuai pasal 21 ayat 2 UURI nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAHE, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, memiliki, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup, mati ataupum bagian-bagian tubuhnya serta hasil olahannya.

Sanksinya adalah pidana penjara paling lama Lima tahun dan denda Seratus juta rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement