Senin 05 Apr 2021 15:50 WIB

Penarikan Pajak Rendah, Pemda Optimalkan Sistem Digital

Rata rata PAD kabupaten/kota Jabar masih berkisar 20 hingga 30 persen dari potensinya

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja memperlihatkan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara non-tunai melalui GoTagihan di aplikasi Gojek, Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/12). Melalui kolaborasi antara GoPay, layanan pembayaran bagian dari super App Gojek, dan Pemerintah Kota Bekasi lewat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Bank BJB, warga bisa membayar pajak dengan menggunakan GoPay lewat fitur GoTagihan yang ada di aplikasi Gojek. Foto: Tahta Aidilla/Republika.
Foto: Tahta Aidill/Republika
Pekerja memperlihatkan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara non-tunai melalui GoTagihan di aplikasi Gojek, Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/12). Melalui kolaborasi antara GoPay, layanan pembayaran bagian dari super App Gojek, dan Pemerintah Kota Bekasi lewat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Bank BJB, warga bisa membayar pajak dengan menggunakan GoPay lewat fitur GoTagihan yang ada di aplikasi Gojek. Foto: Tahta Aidilla/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pendapatan asli daerah (PAD) di banyak daerah masih tergolong rendah. Menurut Wakil Ketua Divisi Kajian Ekonomi dan Jasa Keuangan Komite Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat Acuviarta Kartabi, minimnya pemasukan ke pemerintah daerah tersebut salah satunya dikarenakan sistem digitalisasi dalam menghimpun dana perpajakan dari masyarakat belum dilakukan secara optimal.

Acuviarta menjelaskan, rata-rata PAD kabupaten/kota di Jawa Barat masih berkisar 20 persen sampai 30 persen dari potensi yang ada. Keterbatasan pendapatan tersebut, berdampak pada akselerasi program pemerintah daerah dalam pelayan masyarakat.

"PAD ini terbatas. Padahal anggaran bisa daerah bisa mempengaruhi belanja (untuk pelayanan). Keterbatasan ini harus dipertimbangkan karena tingkat kebocoran juga masih tinggi," ujar Acuviarta dalam kegiatan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), Senin (5/4).

Menurutnya, hingga saat ini saat segala sudah sangat cepat, pengelolaan pendapatan daerah dengan sistem digital masih minim. Pemerintah daerah (Pemda) seharusnya bisa lebih konsen dalam perbaikan sistem tersebut.

Dalam jangka dekat Pemda akan lebih baik dalam memberikan pelayanan ketika PAD-nya bisa mencapai angka 40-50 persen. Dengan demikian dana untuk pembangunan daerah pun lebih banyak.

Apalagi, kata dia, di tengah pandemik ini, sistem digital sangat dimanfaatkan masyarakat termasuk dalam pembayaran berbagai pajak. "Jadi pajak itu bukan hanya masalah potongannya saja, tapi juga kemudahan membayar dengan sistem digital," katanya.

Sementara Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat Herawanto, Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat mendorong digitalisasi keuangan di tingkat kabupaten/kota yang ada di wilayah Jawa Barat (Jabar). Karena saat ini rata-rata digitalisasi keuangan daerah di Jabar dari sisi penerimaan baru di angka 50 sampai 80 persen.

"(Digitalisasi keuangan daerah di 27 kabupaten/kotaJabar) rata-rata ada di angka 50 sampai 80 (untuk penerimaan). Paling rendah di atas 10 pesen sedangkan untuk pengeluaran sudah 100 persen," katanya.

Pada Sabtu (3/4) kemarin, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dan Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil telah membuka dengan resmi Gernas BBI dan BWI selama April 2021 yang dipusatkan di Jawa Barat.

Acara tersebut juga menjadi bagian terintegrasi dari event Karya Kreatif Jawa Barat (KKJ) 2021, Pekan Kerajinan Jawa Barat (PKJB) 2021, Ciayumajakuning Entrepreneur Festival dan Pagelaran Kreasi Priangan Timur dengan tema “Sinergi Mengembangkan Kreatifitas Menuju UKM Jabar Teratas”, dan tagline #UMKM Jabar Paten, #UMKM Juara.

Herawanto mengatakan kegiatan ini merupakan upaya berkesinambungan untuk menciptakan New UMKM Jawa Barat secara end-to-end sebagai kekuatan ekonomi nasional yang tumbuh berdaya saing, bercirikan pemanfaatan digital, termasuk tidak hanya untuk mendukung promosi dan pemasaran secara virtual namun juga dalam proses produksinya, pembiayaannya dan transaksi bisnisnya. 

Sehingga, kata dia, dengan demikian akan terbentuk daya saing yang diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian Jawa Barat dan nasional baik di masa saat pandemi namun juga di masa pasca pandemi. 

Herawanto mengatakan, secara nasional dalam rangka upaya digitalisasi perekonomian termasuk UMKM tersebut, maka diselenggarakan Festival Ekonomi Digital Indonesia (FEKDI) secara nasional dengan tema “Bersinergi dalam Akselerasi Digitalisasi Ekonomi dan Keuangan Indonesia” yang berlangsung mulai tanggal 5-8 April 2021. 

FEKDI sendiri, kata dia, memiliki tujuan untuk meningkatkan awareness pentingnya digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien untuk perekonomian Indonesia, meningkatkan kolaborasi otoritas baik di pusat maupun daerah, industri dan masyarakat dalam mengakselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan Indonesia, mendorong optimalisasi inovasi dan stabilitas di bidang Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD) serta mendukung pemulihan ekonomi. 

Menurutnya, digitalisasi tersebut diharapkan dapat dipercepat dan diperluas melalui digitalisasi sistem pembayaran sebagai salah satu entry point penting untuk dukungan terhadap akses pembiayaan dan penciptaan ekosistem digital secara lebih luas dan terintegrasi.

Secara wilayah, kegiatan FEKDI tersebut di Jawa Barat menjadi bagian integral dari rangkaian kegiatan Gernas BBI-BWI April 2021 dan PKJB-KKJ 2021 yang juga menjadi bagian penting dari strategi untuk mempercepat pemulihan ekonomi serta untuk mendukung pencapaian visi Jawa Barat sebagai provinsi digital. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement