Kamis 08 Apr 2021 19:24 WIB

Sekolah yang Gurunya Sudah Divaksin Wajib Sediakan Opsi PTM

Keputusan akhir siswa ikut pembelajaran tatap muka atau tidak berada pada orang tua.

 Seorang siswa yang memakai pelindung wajah mengikuti instruksi dari seorang guru saat mengikuti uji coba pembukaan kembali sekolah di Jakarta, Indonesia, 07 April 2021.
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Seorang siswa yang memakai pelindung wajah mengikuti instruksi dari seorang guru saat mengikuti uji coba pembukaan kembali sekolah di Jakarta, Indonesia, 07 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Inas Widyanuratikah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kesehatan) saat ini tengah mengejar target vaksinasi terhadap guru, demi rencana pembukaan sekolah atau pembelajaran tatap muka (PTM) pada Juli mendatang. Sekolah yang tenaga pendidiknya sudah divaksin pun diwajibkan menyediakan opsi PTM.

Baca Juga

Namun, kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, keputusan akhir siswa ikut tatap muka atau tetap pembelajaran jarak jauh berada pada orang tua/wali murid.

"Nanti pasti secara bertahap orang tua akan melepas putra-putrinya untuk berangkat sekolah. Dan ini penting untuk membuktikan bahwa selama uji coba ini, anak-anak aman. Jadi orang tua butuh diberi bukti bahwa pembelajaran tatap muka terbatas tetap aman untuk anak-anak kita, guru, serta orang tuanya," kata Jumeri, dalam telekonferensi, Kamis (8/4).

Oleh karena itu, menurut Jumeri, program vaksinasi bagi guru menjadi penting sebagai salah satu cara membuat orang tua murid percaya bahwa PTM terbatas aman. Soal jumlah guru dan tenaga kependidikan yang sudah divaksin dosis pertama saat ini sebanyak 746 ribu orang. Sementara itu, guru yang sudah divaksin dosis kedua sebanyak 284 ribu orang.

"Kita menyadari, vaksin yang kita terima secara bergelombang, jadi mungkin tidak bisa serentak, karena berbarengan dengan penyediaan vaksin," kata Jumeri.

Menurut Jumeri salah satu alasan masih terjadinya klaster sekolah karena adanya pelanggaran protokol kesehatan. Tidak hati-hatinya sekolah menyebabkan Covid-19 menyebar ke guru atau siswa.

"Jadi, dari beberapa kasus yang terjadi ketika sekolah itu terjadi klaster, itu umumnya terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Tidak hati-hati dan tidak sungguh-sungguh dalam menjaga protokol kesehatan," kata Jumeri.

Kemendikbud pun terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, termasuk UPT Kemendikbud. Ia menyebut, meskipun kewenangan pendidikan dasar dan menengah ada di pemerintah daerah, pemerintah pusat tidak lepas tangan.

"Kami sebagai pihak yang membuat standar kriteria untuk pembelajaran tatap muka ini, juga melakukan koordinasi dengan dinas pendidikan, dengan UPT kami di lapangan, dan webinar-webinar di beberapa sekolah untuk bisa membantu memberikan sosialisasi agar protokol kesehatan bisa ditaati oleh sekolah," kata dia lagi.

In Picture: Asesmen Nasional Tatap Muka di Yogyakarta

photo
Siswa SMP menunggu jadwal ujian Asesmen Nasional (AN) di SMPN 2 Yogyakarta, Rabu (7/4). Sebanyak 240 siswa mengikuti Asesmen Nasional sebagai pengganti Ujian Nasional. Waktu ujian dibagi ke dalam dua sesi. Dan dijalankan dengan protokol kesehatan Covid-19 ketat. Ada 16 sekolah menengah pertama negeri di Yogyakarta yang menggelar AN dengan tatap muka. - (Wihdan Hidayat / Republika)

 

 

 

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga mengatakan, setelah guru dan tenaga kependidikan divaksin, sekolah wajib menyediakan pilihan pembelajaran tatap muka bagi siswanya. Namun, pembelajaran tatap muka ini terbatas dan dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.

Sebelum menggelar pembelajaran tatap muka, sekolah pun harus memenuhi daftar periksa yang sudah ditetapkan Kemendikbud. Daftar periksa ini sama seperti yang dibuat pada Surat Keputusan Bersama (SKB) sebelumnya.

Selain itu, pembelajaran tatap muka terbatas ini wajib dilakukan rotasi siswa yang masuk. Sebab, maksimal siswa yang boleh berada di dalam kelas adalah 50 persen dari total sebelum pandemi.

Sekolah diberikan kebebasan memilih untuk melakukan pembelajaran tatap muka beberapa kali selama satu pekan. "Itu kan maksimal, artinya sekolah bebas memilih. Kalau dia mau melaksanakan tatap muka dua kali seminggu itu diperbolehkan, dia mau pecah menjadi tiga rombel juga bisa. Kita memberikan kebebasan sekolah itu menentukan," kata Nadiem.

Plt. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi mengatakan guru sudah dijadikan salah satu prioritas vaksinasi. Jumlah yang divaksin setiap harinya meningkat dan diperbarui setiap sore.

Namun, Kartini mengakui vaksinasi yang dilakukan secara umum tidak bisa dilakukan secara cepat. "Sekarang jumlahnya meningkat, tapi tidak bisa berlari. Dan data ini kan kita harus mengumpulkan setiap hari dari seluruh Indonesia," kata Kartini menjelaskan.

Vaksin, lanjut Kartini, menjadi barang langka di dunia. Berbagai negara memperebutkan vaksin. Oleh karena itu Indonesia perlu memperhitungkan prioritas siapa saja yang harus diutamakan divaksin.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengatakan tahapan vaksinasi harus terus didorong agar target 5 juta guru dan tenaga pendidik divaksin bisa tercapai Juni 2021. Hal ini perlu dilakukan jika pemerintah ingin memastikan semua sekolah siap buka pilihan tatap muka pada tahun ajaran baru atau Juli 2021.

 

photo
Ilustrasi Sekolah Tatap Muka - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement