Jumat 09 Apr 2021 07:33 WIB

Perdana Menteri Italia: Presiden Turki Erdogan Diktator

Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, menyayangkan sikap Erdogan

Rep: Dwina Agustin/ Kamran Dikarma / Red: Nashih Nashrullah
Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, menyayangkan sikap Erdogan
Foto: EPA/ETTORE FERRARI
Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, menyayangkan sikap Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA— Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, menuduh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mempermalukan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pekan ini. Dia mengatakan Erdogan adalah diktator, Kamis (8/4). 

“Dengan ini, sebut saja mereka apa adanya, diktator, dengan siapa seseorang tetap harus berkoordinasi, seseorang harus jujur ketika mengungkapkan pandangan dan pendapat yang berbeda,” kata Draghi.  

Baca Juga

Von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel bertemu Erdogan di Ankara pada Selasa (6/4). Ketua Komisi jelas terkejut ketika kedua pria itu duduk di dua kursi yang disiapkan, memindahkan dari sofa yang berdekatan. 

“Saya sama sekali tidak setuju dengan perilaku Erdogan terhadap Presiden von der Leyen. ... Saya pikir itu bukan perilaku yang pantas dan saya sangat menyesal atas penghinaan yang dialami von der Leyen,” kata Draghi.  

Kantor berita resmi Turki Anadolu  Agency melaporkan, Duta Besar Italia untuk Ankara dipanggil ke Kementerian Luar Negeri atas komentar Draghi.  Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, pun mengecam pernyataan tersebut. 

“Kami mengutuk keras wacana populis yang tidak dapat diterima Perdana Menteri Italia Draghi dan komentarnya yang buruk dan tidak terkendali tentang presiden terpilih kami,” tulis Cavusoglu di Twitter. 

Cavusoglu pada Kamis mengatakan, tempat duduk pada pertemuan tersebut diatur sejalan dengan tuntutan blok dan protokol internasional. Menurutnya, Turki sedang menjadi sasaran tuduhan yang tidak adil. 

Foto pertemuan Erdogan, Michel, dan von der Leyen sempat viral di media sosial. Erdogan menuai cukup banyak kritik. Turki dan Uni Eropa akhirnya saling menyalahkan atas pengaturan tempat duduk selama pertemuan tersebut.

Beberapa kelompok Parlemen Eropa menuntut penyelidikan tentang bagaimana von der Leyen dibiarkan berdiri, sementara Michel duduk. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement