Sabtu 10 Apr 2021 07:40 WIB

Pengamat: Menag Ingin Toleran pada Semua Agama

Menag sedikit mengalami gagal paham bahwa mayoritas agama di Indonesia adalah Muslim.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus Yulianto
Adi Prayitno
Foto: Republika/Mimi Kartika
Adi Prayitno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Adi Prayitno memandang, Menteri Agama Gus Yaqut menginginkan dirinya sebagai Menag semua kalangan. Hal tersebut, dilatarbelakangi dengan Menag yang berniat mengusulkan doa lintas agama di berbagai kegiatan.

"Cuma kan problemnya kalau ingin inklusif, toleran, itu tidak harus menyamakan dan memberikan proporsi yang sama dalam setiap agama,’’ ujar dia kepada Republika, Jumat (9/4).

Dia menambahkan, jika ingin dipandang seperti itu, sebaiknya Menag tidak perlu melakukan doa sama sekali. Mengingat, doa adalah hal pribadi dan bukan urusan yang lain.

"Tapi ini keputusannya masih setengah-setengah, menag seakan ingin mengesankan dirinya toleran kepada agama lain,’’ tambah dia.

Menag, kata dia, sedikit mengalami gagal paham bahwa mayoritas agama di Indonesia adalah Muslim. Menurutnya, akan wajar secara proporsional jika dalam setiap kegiatan diisi adat istiadat agama Islam, terkecuali, jika memang sedang acara khusus agama lain.

"Dan ini hampir terjadi di manapun. Termasuk di dalam negeri dengan wilayah mayoritas yang bukan muslim, seperti Bali, Papua, NTT," ucapnya.

Menag, kata dia, sebaiknya tidak memperuncing keadaan, seakan-akan ada pertentangan di level agama. Dia meminta, agar Menag tidak memperhatikan masalah yang memang baik-baik saja sejak lama.

Tak hanya itu, dengan wacana yang kini ramai, dia menilai bahwa Menag gagal bertransformasi dari ketua ormas menjadi Menteri Agama.

"Mungkin Menag ini masih menganggap dirinya sebagai ketua ormas, bukan Menag yang pejabat publik. Jadi pola pikirnya masih latar belakang ormas," ujar dia.

Sebagai pejabat publik yang memegang posisi Menteri Agama, Gus Yaqut kata Adi, seharusnya bisa mengeluarkan ucapan yang berhati-hati. Bahkan, setiap wacana meski di internal lingkungannya.

"Sentimen itu positif atau tidak dalam setiap omongannya. Kalo ormas kan ga perlu gitu. Jadi, seorang pejabat publik harus berhati-hati, karena setiap omongannya mengandung unsur hukum dan negara," lanjut dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement