Ahad 11 Apr 2021 04:49 WIB

IPO: Tingkat Kepuasan Antara Jokowi dan Kementerian Jomplang

Tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi dan program kerja kementerian tak sejalan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo.
Foto: Tangkapan layar youtube Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei lembaga survei Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama pandemi mencapai 56 persen. Namun, itu tidak sejalan dengan program-program kerja di tingkat kementerian.

"Tapi bagusnya kan sangat personal. Kenapa? Karena begitu diturunkan pada kerja-kerja di Kemenko, baik itu di ekonomi, maritim, termasuk politik dan hukum, juga PMK, sangat terjadi kejomplangan yang luar biasa," ungkap Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, dalam diskusi daring, Sabtu (10/4).

Baca Juga

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada Maret 2020 hingga April 2021 terhadap 1.200 responden, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi mencapai 56 persen. Dari angka tersebut IPO membaginya ke dalam tiga bidang, yakni sosial, ekonomi, serta politik dan hukum.

Namun, ketika responden ditanya mengenai tepat atau tidaknya program yang dijalankan pemerintahan Jokowi, justru lebih banyak yang menilai tidak tepat. Terkait program, IPO membagas tiga program yang dijalankan selama pandemi.

 

"Satu, bantuan tunai baik itu BLT yang dari pusat provinsi termasuk BLT desa, kemudian pembagian sembako dan juga program prakerja pemerintah," jelas dia.

Dari sana didapatkan hanya 29,9 persen responden yang menyatakan bantuan tunai tepat sasaran. Sementara 51,3 persen responden menyatakan tidak tepat sasaran. Sementara soal keefektifan, 59 persen responden merasa program tersebut efektif.

"Artinya bantuan tunai meski dianggap tidak tepat sasaran tapi itu dianggap efektif karena penerimanya bisa membelanjakan sesuai dengan kebutuhan," kata dia.

Lalu, program berikutnya yang disurvei ialah program pembagian sembako. Hasil survei menunjukkan 61,7 persen responden menilai program tersebut tepat sasaran. Untuk tingkat keefektifan 63 persen responden merasa tidak efektif.

Kemudian program prakerja dia sebut  cukup mengkhawatirkan karena hanya 23 persen responden yang menyatakan program tersebut tepat sasaran. Hanya 32 persen yang menyatakan pogram tersebut efekfif. Sebanyak 44 persen responden menyatakan program itu tidak efektif.

"Berarti program prakerja itu sudah dianggap tidak tepat sasaran sekaligus dianggap juga tidak efektif, yaitu sebesar 44 persen menyatakan tidak efektif," kata dia

Hasil dari survei tersebut juga menunjukkan 68,1 persen responden menyatakan program jaring pengaman sosial rawan korupsi. Lalu 51 persen responden menyatajan program jaring pengaman sosial tidak signifikan membantu. Menurut dia, itu berartinya mereka menerimanya tapi itu tidak cukup membantu. Kemudian 54,7 persen responden beranggapan pemilihan penerima bantuan tidak transparan dan tidak terbuka.

"Terkait program pemerintahan justru lebih banyak hal negatifnya. Misalnya kecurigaan terkait korupsi, tidak signifikannya membantu, termasuk tidak transparan dan terbuka," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement